Di antara deretan jajanan kaki lima khas Indonesia, terselip satu nama yang mungkin terdengar unik namun menawarkan kelezatan tak tertandingi: Cuanki Lidah. Jauh sebelum tren kuliner modern menjamur, hidangan sederhana namun kaya rasa ini telah menjadi primadona, terutama di daerah asalnya, Bandung. Nama "Cuanki" sendiri merupakan akronim dari "Cari Uang Jalan Kaki," yang mencerminkan sejarah para pedagang yang menjajakannya secara keliling.
Namun, yang menarik dari Cuanki adalah variasi isiannya. Selain tahu bakso yang menjadi ciri khas utama, ada satu komponen yang sering kali menjadi penentu cita rasa otentik, yaitu Cuanki Lidah. Komponen ini bukan benar-benar lidah hewan, melainkan sejenis kerupuk atau pangsit kering yang dibentuk menyerupai lidah atau sering juga berbentuk pipih bundar, yang teksturnya akan mengembang ketika direndam dalam kuah panas.
Jika Anda memesan Cuanki tanpa komponen "lidah" ini, rasanya akan terasa kurang lengkap. Mengapa demikian? Cuanki Lidah, bersama dengan siomay kering dan tahu kering, adalah aktor utama yang memberikan dimensi tekstur yang unik. Ketika komponen-komponen kering ini disiram kuah kaldu sapi atau ayam yang panas, mereka akan menyerap cairan panas tersebut.
Proses penyerapan ini mengubah tekstur yang tadinya keras dan renyah menjadi lembut, kenyal, dan sedikit menggembung. Sensasi kontras antara tekstur kenyal Cuanki Lidah yang baru matang dan kuah kaldu gurih yang kaya rempah adalah daya tarik utama yang membuat penggemar kembali lagi dan lagi. Rasa gurih yang keluar dari kaldu, berpadu dengan kerenyahan sisa kerupuk pangsit yang belum sepenuhnya melembek, menciptakan harmoni di lidah.
Penyajian Cuanki adalah sebuah seni yang cepat namun presisi. Pedagang Cuanki biasanya telah menyiapkan berbagai isian dalam wadah terpisah. Tahu yang berisi adonan daging, bakso kecil, dan tentu saja, tumpukan Cuanki Lidah kering.
Ketika dipesan, semua komponen padat dimasukkan ke dalam mangkuk. Kemudian, kuah panas yang mendidih dituangkan, dan proses ajaib pun dimulai. Selain komponen utama, Cuanki selalu ditemani pelengkap wajib:
Bagi penikmat sejati, Cuanki Lidah tidak hanya sekadar isian; ia adalah "penampung rasa." Kelembutannya yang baru tercapai memungkinkannya menahan sari pati kaldu, sehingga setiap gigitan adalah ledakan rasa gurih yang hangat.
Meskipun kini banyak makanan cepat saji yang mendominasi, warisan Cuanki, termasuk komponen ikonik seperti Cuanki Lidah, terus bertahan. Ia melambangkan kesederhanaan kuliner Indonesia yang mengedepankan kualitas rasa alami dari bahan-bahan segar dan proses pengolahan yang tepat. Mencari semangkuk Cuanki Lidah yang otentik adalah seperti melakukan perjalanan kembali ke akar jajanan kaki lima yang hangat dan memuaskan.
Jadi, lain kali Anda menemukan gerobak Cuanki, jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati sensasi tekstur unik dari si "lidah" kering yang telah bertransformasi menjadi lembut oleh siraman kuah kaldu yang menggoda. Ini adalah bukti bahwa hidangan sederhana bisa membawa kenikmatan yang kompleks dan mendalam.