Ilustrasi visual dari panggilan salat kedua.
Dalam tata cara pelaksanaan salat berjamaah dalam Islam, terdapat dua seruan utama yang harus didengar oleh umat Muslim. Seruan pertama adalah **Adzan**, yang berfungsi sebagai pemberitahuan awal waktu salat telah tiba. Sementara itu, seruan kedua yang lebih singkat dan menandakan bahwa salat akan segera dimulai adalah **Iqomah**.
Secara harfiah, **Iqomah adalah** pemberitahuan atau i’lam (pengumuman) untuk mendirikan salat yang dilakukan setelah adzan. Jika adzan bertujuan memberitahu masyarakat luas bahwa waktu salat telah masuk, maka iqomah berfungsi sebagai isyarat final bagi mereka yang sudah berada di sekitar masjid atau telah bersiap untuk melaksanakan salat berjamaah.
Iqomah adalah sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi salat fardhu, baik bagi yang salat sendirian maupun berjamaah. Mayoritas ulama sepakat bahwa iqomah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam rangkaian salat karena fungsinya yang menjadi penanda dimulainya ritual salat secara formal. Mengabaikan iqomah dalam konteks berjamaah sangat tidak dianjurkan.
Meskipun keduanya adalah bentuk seruan salat, adzan dan iqomah memiliki beberapa perbedaan fundamental yang perlu dipahami oleh setiap Muslim:
Pelaksanaan iqomah memiliki tata cara yang mirip dengan adzan, namun dengan beberapa perbedaan krusial. Berikut adalah langkah-langkah yang dianjurkan:
Iqomah dikumandangkan oleh muadzin (atau seseorang yang ditunjuk) dengan posisi berdiri, menghadap kiblat (seperti adzan), namun dengan kecepatan yang lebih cepat dibandingkan adzan. Tujuannya adalah untuk segera mempersiapkan jamaah masuk ke dalam barisan salat.
Lafaz iqomah diucapkan secara berurutan. Setelah lafaz "Hayya 'alal falah," langsung dilanjutkan dengan lafaz penanda dimulainya salat, yaitu "Qad qamatish shalah." Lafaz ini adalah penanda bahwa barisan sudah harus rapat dan salat siap dimulai.
Berbeda dengan adzan yang seringkali diselingi jeda waktu agar jamaah sempat berwudhu atau bersiap, iqomah harus segera diikuti dengan salat. Jeda setelah iqomah hendaknya sangat singkat, sekadar cukup bagi makmum untuk merapatkan shaf (barisan).
Mayoritas ulama dari empat mazhab utama (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali) berpendapat bahwa **iqomah hukumnya adalah sunnah muakkad** bagi salat fardhu. Namun, ada beberapa pandangan minoritas yang menganggapnya wajib (fardhu kifayah) jika salat dilakukan berjamaah.
Keutamaan iqomah dapat dilihat dari sabda Rasulullah SAW yang menekankan pentingnya seruan ini. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa jeda antara adzan dan iqomah adalah waktu mustajab untuk berdoa. Hal ini menunjukkan bahwa iqomah menjadi jembatan antara persiapan spiritual (adzan) dan pelaksanaan ibadah (salat).
Iqomah juga menjadi penanda kesempurnaan salat berjamaah. Kehadiran iqomah menjamin bahwa orang-orang yang datang terlambat masih dapat mengikuti shalat dengan khusyuk, karena mereka tahu bahwa imam sudah bersiap untuk memulai takbiratul ihram.
Jadi, **iqomah adalah** seruan kedua setelah adzan yang secara tegas memerintahkan jamaah untuk berdiri dan segera melaksanakan salat fardhu. Perbedaan utamanya dengan adzan terletak pada lafaz "Qad qamatish shalah" dan kecepatan pengucapannya. Memahami dan merespon iqomah dengan segera merupakan bagian penting dari adab dalam menunaikan ibadah salat secara berjamaah, menunjukkan kesiapan penuh seorang Muslim untuk menghadap Tuhannya.