Iqomah adalah seruan kedua yang dikumandangkan oleh muazin sesaat sebelum salat wajib didirikan. Berbeda dengan azan yang berfungsi sebagai panggilan awal, iqomah menandakan bahwa shalat akan segera dimulai, memberikan kesempatan kepada jamaah untuk segera merapatkan barisan. Mengetahui tata cara dan jawaban iqomah adalah bagian penting dari adab seorang Muslim ketika berada di masjid atau ketika hendak melaksanakan shalat berjamaah.
Mayoritas ulama sepakat bahwa menjawab iqomah memiliki hukum sunnah muakkad (sunnah yang sangat ditekankan), mirip dengan hukum menjawab azan. Namun, terdapat beberapa perbedaan lafaz dalam konteks jawaban ini, terutama pada kalimat penutup.
Lafaz iqomah pada dasarnya sama dengan lafaz azan, namun diakhiri dengan ucapan "Qad qaamatis-shalah" sebanyak dua kali, yang berarti "Sesungguhnya shalat telah didirikan."
Ketika mendengar lafaz-lafaz di atas, seorang Muslim dianjurkan untuk merespons dengan ucapan yang sama, kecuali pada bagian akhir.
Meskipun azan dan iqomah memiliki tujuan yang berdekatan (panggilan shalat), terdapat kekhususan dalam menjawab iqomah, khususnya pada bagian akhir kalimat.
Untuk semua lafaz iqomah selain "Qad qaamatis-shalah", hukum jawabannya adalah menjawab dengan lafaz yang sama persis seperti yang diucapkan muazin.
Prinsip dasarnya adalah mengikuti apa yang diucapkan, menunjukkan konsentrasi dan penghormatan terhadap seruan tersebut.
Inilah bagian yang membedakan jawaban iqomah dengan azan. Ketika muazin mengucapkan "Qad qaamatis-shalah" (Sesungguhnya shalat telah didirikan) sebanyak dua kali, jawaban yang paling sesuai berdasarkan beberapa riwayat hadis adalah:
Artinya: "Shalat telah ditegakkan."
Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu' menjelaskan bahwa menjawab iqomah dengan ucapan "Qad uqimatish-shalah" adalah pendapat yang masyhur dan dipilih oleh sebagian besar ulama Syafi'iyyah. Hal ini berbeda dengan azan, di mana ketika muazin mengucapkan "Hayya 'alash-shalah" (Marilah shalat), kita dianjurkan menjawab "Laa hawla wa laa quwwata illaa billah" (Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah). Namun, dalam iqomah, karena penekanan pada kesiapan untuk segera memulai, jawaban yang menunjukkan penegasan lebih diutamakan.
Mengapa kita perlu menjawab iqomah? Tindakan ini memiliki beberapa hikmah spiritual dan praktis. Pertama, ini adalah bentuk ketaatan langsung terhadap sunnah Nabi Muhammad SAW. Kedua, menjawab iqomah membantu seorang Muslim memfokuskan pikirannya. Ketika kita menjawab seruan tersebut, kita secara mental dan spiritual mempersiapkan diri untuk menghadap Allah SWT dalam shalat.
Jika seseorang sedang dalam perjalanan menuju masjid, menjawab iqomah di sepanjang jalan (walaupun hanya diucapkan dalam hati) akan menjaga konsentrasi ruhaniyahnya. Ini membantu transisi dari hiruk pikuk duniawi menuju kekhusyukan ibadah. Dalam konteks berjamaah, mengikuti setiap ucapan muazin memperkuat rasa persatuan dan keseriusan jamaah dalam menunaikan kewajiban.
Iqomah dikumandangkan ketika shalat sudah sangat dekat untuk didirikan, biasanya setelah muazin menyelesaikan seluruh lafaz iqomah. Respons harus dilakukan secara tertib dan tidak tergesa-gesa, namun juga tidak terlalu lambat sehingga ketinggalan keutamaan mendapatkan shaf awal.
Menurut mayoritas ulama, menjawab iqomah hukumnya adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan), bukan wajib (fardhu). Namun, meninggalkan sunnah muakkad yang dilakukan terus-menerus sangatlah disayangkan.
Sebaiknya segera hentikan pembicaraan. Sama seperti saat azan, berhenti berbicara adalah bentuk penghormatan. Setelah iqomah selesai, Anda bisa melanjutkan pembicaraan sejenak atau segera mengambil posisi shalat, mengikuti tuntunan untuk bersegera menuju shalat.
Sebagian ulama membolehkan, namun jawaban yang lebih kuat mengikuti sunnah dalam konteks iqomah adalah menjawab "Qad uqimatish-shalah" untuk kalimat penutupnya, karena itu adalah respons yang paling sesuai dengan konteks penegakan shalat.
Memahami jawaban iqomah bukan sekadar menghafal teks, melainkan mengamalkan adab ketika panggilan Allah SWT dikumandangkan untuk kedua kalinya. Amalkanlah dengan hati yang khusyuk, agar shalat yang akan dilaksanakan lebih sempurna di hadapan-Nya.