Dalam sistem peradilan di Indonesia, upaya hukum luar biasa yang dapat ditempuh setelah putusan tingkat banding adalah mengajukan kasasi. Langkah ini merupakan tahapan krusial yang bertujuan untuk menguji penerapan hukum oleh hakim tingkat sebelumnya. Proses mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung (MA) bukanlah perkara sederhana; ia memiliki prosedur, syarat, dan dasar hukum yang sangat spesifik. Memahami seluk-beluknya sangat penting bagi pihak yang merasa dirugikan oleh putusan pengadilan yang lebih rendah.
Kasasi adalah upaya hukum yang ditujukan kepada Mahkamah Agung untuk membatalkan, membatalkan sebagian, atau mengubah putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari Pengadilan Tingkat Banding atau Pengadilan Tingkat Pertama dalam perkara perdata dan pidana. Berbeda dengan banding yang memeriksa ulang fakta dan penerapan hukum, kasasi hanya berfokus pada kesalahan penerapan hukum, bukan pada penilaian ulang fakta (yurisdiksi kasasi terbatas pada aspek hukum semata).
Untuk dapat diterima oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi harus memenuhi syarat formal yang ketat. Jika syarat formal ini tidak terpenuhi, Ketua Panitera Pengadilan Negeri akan menolak permohonan tersebut. Pihak yang berhak mengajukan permohonan kasasi adalah mereka yang tidak puas terhadap putusan tingkat banding.
Salah satu kesalahan umum adalah menganggap kasasi sebagai kesempatan kedua untuk membuktikan fakta. Padahal, dasar hukum untuk mengajukan kasasi kepada MA sangat terbatas. Menurut Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, alasan-alasan kasasi hanya meliputi empat hal utama:
Setelah permohonan kasasi beserta memorinya diterima oleh Pengadilan Negeri, berkas perkara akan diteruskan kepada Mahkamah Agung. Ketua Pengadilan Negeri wajib memberitahukan tentang permohonan kasasi tersebut kepada pihak lawan (Termohon Kasasi). Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasasi dalam jangka waktu yang ditentukan.
Setelah berkas lengkap diterima oleh MA, Majelis Hakim Kasasi akan mempelajari berkas tersebut. Jika berkas dinilai cukup, MA akan menetapkan hari sidang. Perlu dicatat bahwa dalam proses kasasi, pemeriksaan biasanya sangat ringkas dan fokus utama adalah pada aspek hukum formal dan substansial terkait penerapan undang-undang. Jika MA memutuskan untuk mengabulkan kasasi, MA dapat membatalkan putusan sebelumnya atau mengadili sendiri perkara tersebut (terutama dalam kasus pidana ringan atau jika fakta sudah jelas).
Jika permohonan kasasi ditolak oleh Mahkamah Agung, maka putusan pengadilan tingkat banding yang sebelumnya sudah ada menjadi berkekuatan hukum tetap (inkracht). Ini berarti bahwa semua upaya hukum biasa telah selesai. Langkah selanjutnya yang mungkin bisa dipertimbangkan adalah upaya hukum luar biasa lainnya, yaitu Peninjauan Kembali (PK), yang memiliki syarat jauh lebih ketat dan hanya dapat diajukan atas dasar Novum (bukti baru) atau adanya pertentangan putusan.
Oleh karena batasan yurisprudensi kasasi yang sangat sempit, sangat disarankan bagi pihak yang akan mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung untuk didampingi oleh advokat yang berpengalaman dalam hukum acara perdata atau pidana, karena mereka dapat menyusun memori kasasi yang fokus pada pelanggaran hukum yang substansial, bukan sekadar mengulang pembelaan fakta.