Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh rahmat dan ampunan, namun di dalamnya tersembunyi satu malam yang paling mulia, yaitu Malam Laylatul Qadar (Malam Ketetapan). Malam ini begitu agung sehingga Al-Qur'an mengabadikannya dalam sebuah surah khusus, Surah Al-Qadr. Fokus utama kita dalam pembahasan ini adalah memahami kedalaman makna dari ayat ketiga surah tersebut.
Malam Qadar adalah malam di mana Al-Qur'an diturunkan pertama kali kepada Nabi Muhammad SAW. Keutamaan malam ini jauh melampaui ibadah seribu bulan biasa, menjadikannya target utama setiap Muslim di sepuluh malam terakhir Ramadan.
Ilustrasi visualisasi Malam Ketetapan.
Surah Al-Qadr terdiri dari lima ayat pendek yang sarat makna. Ayat ketiga secara spesifik menyatakan:
Penggunaan frasa "Wa maa adraaka maa lailatun qadr" (Dan tahukah kamu apakah Malam Qadar itu?) bukanlah sekadar pertanyaan retoris biasa. Dalam gaya bahasa Al-Qur'an, ketika Allah menggunakan ungkapan "Wa maa adraaka...", itu menandakan bahwa perkara yang ditanyakan memiliki kedalaman, keagungan, atau misteri yang melampaui pemahaman umum manusia.
Mengapa Allah perlu bertanya apakah Nabi Muhammad SAW (dan secara implisit, umatnya) mengetahui apa itu Malam Qadar? Jawabannya terletak pada sifat Malam Qadar itu sendiri:
Pertanyaan ini berfungsi sebagai penekanan dramatis. Seolah-olah Allah berkata, "Inilah Malam yang sangat istimewa, sangat mulia, bahkan untuk menjelaskan kehebatannya pun, Aku harus memulai dengan sebuah pertanyaan retoris." Hal ini memaksa pendengar untuk berhenti sejenak dan merenungkan bahwa Malam Qadar bukanlah malam biasa yang bisa dinilai hanya dari durasi waktu.
Ketidaktahuan yang disiratkan dalam ayat ini mengisyaratkan bahwa waktu pasti Malam Qadar dirahasiakan. Kerahasiaan ini memiliki hikmah besar. Jika malam itu ditetapkan pada tanggal yang pasti, umat Islam mungkin hanya akan beribadah dengan fokus pada malam itu saja, mengabaikan malam-malam lainnya. Dengan disembunyikannya, umat didorong untuk berjuang mencari dan meningkatkan kualitas ibadah mereka di seluruh sepuluh malam terakhir Ramadan, menumbuhkan semangat kesiagaan spiritual yang konstan.
Ayat ketiga ini menjadi jembatan transisi yang sempurna menuju ayat keempat, yang langsung menjawab pertanyaan tersebut dengan menyatakan keutamaan Malam Qadar: "Malam Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan." Kontras antara pertanyaan yang menyiratkan ketidaktahuan dan jawaban yang mengungkapkan kemuliaan tak terhingga inilah yang menciptakan daya tarik spiritual yang kuat.
Qadr Ayat 3 mengajak kita untuk tidak hanya menerima informasi tentang Malam Qadar, tetapi juga terlibat secara aktif dalam pencariannya. Pencarian ini bukan hanya tentang memprediksi tanggalnya, tetapi tentang mempersiapkan hati kita. Setiap malam yang kita habiskan untuk shalat, berzikir, membaca Qur'an, dan berdoa di sepuluh hari terakhir adalah bentuk penghormatan kita terhadap misteri yang Allah tetapkan.
Maka, ketika kita merenungkan ayat ketiga ini, kita diingatkan bahwa kemuliaan sejati seringkali tersembunyi, memerlukan usaha dan kerendahan hati untuk ditembus. Malam Qadar adalah ujian kesungguhan iman; malam di mana ketaatan singkat dapat menghasilkan pahala yang tak terbayangkan luasnya, melebihi totalitas ibadah yang panjang namun tanpa fokus spiritual.