Surah Al-Lail (Malam) adalah salah satu surah Makkiyah yang membuka pembahasan penting mengenai perbedaan fundamental antara manusia dalam menjalani kehidupan dan implikasinya di akhirat. Ayat 1 hingga 10 merupakan pembukaan yang sangat kuat, diawali dengan sumpah-sumpah Allah SWT yang agung, menegaskan kebenaran wahyu dan urgensi pertanggungjawaban amal perbuatan.
Berikut adalah susunan ayat-ayat awal Surah Al-Lail, yang menjadi landasan perenungan tentang kontras antara siang dan malam sebagai saksi kebesaran Allah:
Allah SWT memulai surah ini dengan tiga sumpah besar (ayat 1-3). Sumpah ini bukan sekadar hiasan retorika, melainkan penegasan serius terhadap kebenaran yang akan disampaikan. Sumpah pertama adalah **malam ketika menutupi** (yaghsyā), dan sumpah kedua adalah **siang ketika menampakkan diri** (tajallā). Kontras antara gelap dan terang ini melambangkan dualitas kehidupan, ujian, dan pilihan yang dihadapi manusia.
Sumpah ketiga adalah yang paling relevan dengan inti pesan surah ini: **penciptaan laki-laki dan perempuan** (ayat 3). Penciptaan yang berpasangan ini menunjukkan keteraturan dan keadilan ilahiah. Setelah sumpah-sumpah agung tersebut, Allah menyimpulkan sebuah fakta fundamental tentang eksistensi manusia: "Sesungguhnya usaha kamu pasti berbeda-beda" (Inna sa'ya kum la syatta). Ayat 4 ini adalah jembatan yang membawa pembaca langsung pada perbedaan orientasi hidup manusia.
Ayat 5 hingga 10 menyajikan pemetaan dua kategori utama manusia berdasarkan respons mereka terhadap nikmat Allah. Kategori pertama adalah mereka yang mengambil jalan kebaikan:
Akibat dari perbuatan ini adalah janji Allah yang pasti: "Kami kelak akan memudahkan baginya jalan kemudahan (keselamatan)" (Fasayusiruhu lil yusrā). Jalan kemudahan ini mencakup kemudahan dalam beribadah, kemudahan dalam menghadapi kesulitan dunia, hingga kemudahan di hari kiamat.
Sebaliknya, kategori kedua adalah mereka yang memilih jalan yang sulit:
Konsekuensinya adalah janji yang setara beratnya: "Kami kelak akan memudahkan baginya jalan menuju kesulitan" (Fasayusiruhu lil 'usrā). Jalan kesulitan ini adalah jalan yang dipenuhi hambatan spiritual dan moral, yang puncaknya adalah kesulitan besar di akhirat. Hal ini menunjukkan bahwa kemudahan atau kesulitan hidup sering kali merupakan cerminan alami dari pilihan spiritual yang telah dibuat oleh individu itu sendiri.
Kajian sepuluh ayat pertama Al-Lail ini memberikan pelajaran yang sangat praktis. Allah tidak bersumpah atas hal yang remeh. Sumpah-Nya atas malam, siang, dan fitrah penciptaan manusia menegaskan bahwa perbedaan nasib di akhirat sepenuhnya bergantung pada pilihan sadar manusia di dunia. Keimanan bukan hanya pengakuan lisan, tetapi harus termanifestasi dalam tindakan nyata, yaitu kedermawanan (infaq) dan ketakwaan (taqwa). Ayat-ayat ini menjadi pengingat abadi bahwa setiap tetes keringat dan setiap rupiah yang dibelanjakan akan diperhitungkan, menentukan apakah jalan kita menuju kemudahan surgawi atau jalan menuju kesulitan abadi.