Menggali Hikmah: Keutamaan Surah Setelah Al-Lail

Simbol Pencerahan Setelah Malam

Ilustrasi: Transisi dari kegelapan menuju pencerahan.

Surah Al-Lail (Malam) merupakan penutup yang sangat kuat dalam Juz Amma, menawarkan perenungan mendalam tentang kontras antara siang dan malam sebagai metafora bagi amal perbuatan manusia. Ketika kita selesai membaca dan merenungkan ayat-ayatnya yang berbicara tentang usaha manusia yang berbeda-beda—ada yang berinfak dan bertakwa, ada pula yang kikir dan mendustakan—pertanyaan alami yang muncul adalah: Apa yang menyusul? Apa yang menjadi kelanjutan alami setelah pemahaman mendalam tentang konsep malam (kegelapan usaha) dan janji balasan Allah?

Surah yang secara berurutan datang **setelah Surah Al-Lail** dalam mushaf adalah **Surah Ad-Dhuha**. Transisi dari Al-Lail ke Ad-Dhuha ini sarat makna teologis dan psikologis. Jika Al-Lail berbicara tentang kegelapan, perjuangan, dan pembalasan atas amalan yang tersembunyi dalam kegelapan malam, maka Ad-Dhuha (Waktu Duha/Pagi yang Cerah) adalah penegasan langsung dari Rabbul 'Alamin. Ia adalah janji kehangatan, rezeki, dan penghiburan setelah masa sulit.

Kontras yang Menenangkan: Dari Malam ke Pagi

Al-Lail menutup dengan ancaman keras bagi yang enggan berusaha dan janji manis bagi yang bersyukur. Namun, penutup Al-Lail yang mengingatkan tentang melihat ke atas (kepada Rabb) sering kali meninggalkan rasa berat atau tantangan bagi jiwa yang sedang diuji. Di sinilah Surah Ad-Dhuha mengambil alih peran sebagai penyembuh dan pemberi harapan.

Ad-Dhuha dimulai dengan sumpah Allah demi dua waktu yang mulia: "Demi waktu Dhuha, dan demi malam apabila ia telah sunyi." (QS. Ad-Dhuha: 1-2). Sumpah ini secara eksplisit merujuk pada dua kondisi yang saling bertentangan—kegelapan malam (seperti yang disoroti Al-Lail) dan cahaya pagi yang terang benderang. Ini memberikan penegasan bahwa Allah menyaksikan setiap keadaan, baik saat manusia merasa terabaikan dalam kegelapan malam, maupun saat ia menyambut rahmat-Nya di pagi hari.

Penghiburan Ilahi untuk Nabi dan Umatnya

Konteks historis turunnya Surah Ad-Dhuha sangat vital. Surah ini diturunkan ketika Rasulullah ﷺ sedang mengalami masa jeda wahyu (fatratul wahyu) yang membuatnya merasa sedih dan khawatir. Kegelapan hati itu laksana malam yang panjang. Allah kemudian menurunkan Ad-Dhuha untuk menegaskan bahwa Dia tidak meninggalkan beliau. Ayat-ayat seperti "Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak pula membenci." (QS. Ad-Dhuha: 3) berfungsi sebagai penawar langsung terhadap kegelisahan yang mungkin dirasakan oleh orang-orang beriman setelah menjalani ujian berat, seperti yang diisyaratkan dalam Surah sebelumnya.

Keutamaan utama dari memahami urutan ini adalah pemulihan perspektif. Setelah membaca Al-Lail yang fokus pada usaha dan konsekuensi, kita diajak melihat hasil akhir dari usaha tersebut melalui Ad-Dhuha: yaitu karunia, rezeki, dan kedekatan yang lebih besar dari Allah. Jika Al-Lail adalah panggilan untuk beramal, maka Ad-Dhuha adalah kabar gembira bahwa amal kita tidak sia-sia dan bahwa rahmat Allah jauh melampaui kegagalan atau penundaan yang kita rasakan.

Rezeki dan Kemudahan Setelah Kesulitan

Surah Ad-Dhuha berlanjut dengan janji yang sangat relevan bagi siapapun yang merasa tertinggal atau kesulitan dalam ibadah dan perjuangan hidup: "Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Dia mendapatimu seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk? Dan Dia mendapatimu seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan?" (QS. Ad-Dhuha: 6-8).

Ayat-ayat ini bukan sekadar sejarah Nabi, melainkan formula ilahiah: setelah kesulitan (seperti malam), pasti akan datang kemudahan (seperti duha). Urutan ini menciptakan siklus spiritual yang sehat. Jika seorang mukmin membaca Al-Lail dan merasa tertekan oleh peringatan keras tentang azab bagi yang kikir, ia segera ditenangkan oleh Ad-Dhuha yang menjanjikan bahwa bagi mereka yang kembali kepada Allah, karunia-Nya akan melimpah, bahkan melebihi harapan awal mereka.

Oleh karena itu, penempatan Surah Ad-Dhuha tepat setelah Surah Al-Lail adalah sebuah tata bahasa Al-Qur'an yang indah. Ia mengajarkan bahwa dalam setiap kegelapan yang kita hadapi—kegelapan malam, kegelapan jiwa, atau penundaan pertolongan Allah—selalu ada janji pagi yang cerah, asal kita terus berusaha di malam hari (Al-Lail) dan selalu kembali kepada sumber cahaya (Allah) saat pagi menyambut (Ad-Dhuha).

🏠 Homepage