Visualisasi pembuka wahyu ilahi.
Surah Al-Fatihah, yang berarti "Pembukaan," adalah surah pertama dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Keistimewaannya begitu agung sehingga ia disebut sebagai Ummul Kitab (Induk Al-Kitab) dan As-Sab'ul Matsani (Tujuh Ayat yang Diulang-ulang). Setiap Muslim wajib membacanya dalam setiap rakaat salat fardu maupun sunah. Ini menunjukkan betapa sentralnya peran surah ini dalam ibadah harian kita.
Ayat-ayat ini mengandung esensi tauhid yang sempurna. Kita memulai dengan memuji Allah (Alhamdulillahi Rabbil 'alamin), mengakui kekuasaan-Nya yang Maha Pengasih dan Penyayang (Ar-Rahman, Ar-Rahim), serta mengakui bahwa Dia adalah pemilik hari pembalasan (Maliki yaumiddin). Kemudian, inti pengabdian kita diungkapkan melalui permohonan pertolongan (Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in). Puncak dari pengakuan ini adalah permohonan petunjuk menuju jalan yang lurus (Ihdinas-shiratal mustaqim).
Setelah memohon petunjuk, kelanjutan logisnya adalah harapan agar Allah menuntun kita pada kelompok yang mendapatkan rahmat dan keridhaan-Nya. Ayat ketujuh, "Shiratal-ladhina an'amta 'alaihim..." (yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka), menjadi penanda penting. Ayat ini membedakan tiga kategori jalan: jalan orang yang diberi nikmat, jalan orang yang dimurkai (al-maghdubi 'alaihim), dan jalan orang yang tersesat (adh-dhaallin).
Para mufassir menjelaskan bahwa "orang yang diberi nikmat" adalah para nabi, siddiqin, syuhada, dan orang saleh—sebuah teladan yang harus kita ikuti. Sementara itu, dua kelompok lainnya—yang dimurkai dan yang tersesat—merupakan peringatan keras akan konsekuensi menjauhi kebenaran. Mereka yang dimurkai adalah mereka yang mengetahui kebenaran tetapi menolaknya karena kesombongan atau kebencian, sedangkan mereka yang tersesat adalah mereka yang beribadah tanpa ilmu dan tersesat dalam kesesatan.
Setelah menyelesaikan pondasi spiritual dalam salat melalui Al-Fatihah, Al-Qur'an melanjutkan dengan Surah Al-Baqarah, surah terpanjang dalam Al-Qur'an. Transisi dari pujian dan permohonan (Al-Fatihah) ke ajaran yang lebih rinci (Al-Baqarah) menunjukkan bahwa setelah kita menetapkan fondasi hubungan kita dengan Tuhan, kita harus segera disibukkan dengan aturan dan panduan hidup yang komprehensif.
Ayat-ayat awal Al-Baqarah segera membahas tentang kedudukan Al-Qur'an itu sendiri:
"Alif, Lam, Mim. Kitab ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 1-2)
Hal ini menegaskan kembali pesan inti dari Al-Fatihah; bahwa petunjuk (hidayah) yang kita minta dalam shalat hanya bisa ditemukan melalui kitab yang diwahyukan ini. Al-Baqarah kemudian merinci bagaimana cara bertakwa yang sesungguhnya, mulai dari keimanan terhadap hal-hal gaib, penunaian zakat, hingga keyakinan pada hari akhir. Ini adalah elaborasi praktis dari permintaan kita agar dituntun di Shiratal Mustaqim. Kehidupan seorang Muslim setelah mengakui keesaan Allah dan memohon petunjuk adalah kehidupan yang diisi dengan ketaatan dan implementasi syariat.
Oleh karena itu, membaca Surah Al-Fatihah dalam salat bukan sekadar ritual hafalan, melainkan sebuah janji dan komitmen setiap saat untuk berjalan mengikuti jejak orang-orang yang diridhai Allah, dan kemudian mengamalkan petunjuk rinci yang terdapat dalam surah-surah berikutnya, dimulai dari Al-Baqarah. Keduanya, pembukaan dan kelanjutan, saling melengkapi dalam membentuk karakter spiritual seorang hamba.
Memahami dan merenungkan makna Surah Al-Fatihah serta ayat-ayat sesudahnya adalah kunci kedalaman ibadah seorang Muslim.