Surah Al-Kahfi adalah salah satu surah penting dalam Al-Qur'an yang banyak dibaca pada hari Jumat. Ayat ke-47 dari surah ini memberikan peringatan keras mengenai sifat duniawi yang fana dan bagaimana perbandingan antara kekayaan duniawi dengan apa yang disediakan Allah SWT di akhirat. Ayat ini seringkali menjadi pengingat bagi umat Islam untuk tidak terlalu larut dalam mengejar kesenangan dunia yang sementara.
Ayat ini secara eksplisit membandingkan dua jenis kekayaan: harta dan anak-anak yang merupakan perhiasan kehidupan dunia, dengan balasan abadi dari Allah SWT. Peringatan ini relevan di setiap zaman, terutama di era modern di mana konsumerisme dan pengejaran materi seringkali mendominasi pikiran banyak orang.
"Dan (ingatlah) hari ketika Kami hilangkan gunung-gunung (dari tempatnya) dan kamu akan melihat bumi rata, dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia) dan Kami tidak meninggalkan seorang pun dari mereka."
Ayat ini, meskipun seringkali dibahas bersamaan dengan ayat sebelumnya (Ayat 46) yang berbicara tentang harta dan anak, secara spesifik menggambarkan gambaran Hari Kiamat. Ayat ini menekankan bahwa pada hari penghakiman, semua penopang duniawi—bahkan gunung yang tampak kokoh—akan dihancurkan atau dipindahkan.
Pesan utamanya adalah tentang kepastian akan datangnya hari pembalasan. Tidak ada lagi tempat bersembunyi, tidak ada lagi harta yang bisa menyelamatkan, dan semua manusia akan dikumpulkan tanpa kecuali. Ini adalah momen kebenaran mutlak di mana semua ilusi duniawi sirna.
Ketika ayat 47 dibaca dalam konteks ayat sebelumnya (46) yang berbunyi: "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia ini. Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh, lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu, dan lebih baik pula sebagai harapan," kita mendapatkan pelajaran yang utuh. Ayat 46 menekankan apa yang lebih bernilai (amal saleh), sementara ayat 47 menggambarkan kehancuran total dari apa yang kita anggap berharga di dunia (termasuk gunung-gunung yang menjadi penanda geografis).
Kehancuran gunung-gunung pada Hari Kiamat adalah metafora visual yang kuat. Gunung, yang melambangkan kekuatan, stabilitas, dan kemegahan, akan lenyap seolah tidak pernah ada. Hal ini menegaskan bahwa segala sesuatu yang bersifat fisik dan terikat oleh waktu di dunia ini adalah fana. Harta benda, kekuasaan, status sosial, semua akan menjadi tidak berarti di hadapan keagungan Allah SWT pada hari itu.
Ayat ini mendorong introspeksi: Jika semua ini akan musnah, lantas apa yang harus kita persiapkan? Jawabannya telah diberikan pada ayat sebelumnya, yaitu amal saleh yang akan kekal dan menjadi penolong sejati di hadapan Allah. Persiapan untuk hari di mana bumi diratakan dan manusia dikumpulkan adalah investasi terbaik bagi kehidupan abadi.
Visualisasi di atas bertujuan menangkap esensi ayat: struktur duniawi (gunung) yang hancur, bumi yang rata, dan manusia yang dikumpulkan. Ini adalah gambaran kepastian dan kesetaraan di hadapan takdir akhirat.
Pelajaran utama dari Surah Al-Kahfi ayat 47 adalah motivasi untuk mengalihkan fokus dari duniawi menuju ukhrawi. Ketika kita menyadari betapa rapuhnya segala sesuatu di dunia—bahkan gunung pun tidak kekal—maka prioritas hidup kita seharusnya berubah.
Pengejaran dunia yang berlebihan seringkali melalaikan kewajiban ibadah dan berbuat baik kepada sesama. Ayat ini, dalam konteks yang lebih luas, mengingatkan bahwa kemuliaan sejati bukanlah terletak pada apa yang kita miliki di bumi, melainkan pada apa yang kita bawa sebagai bekal menuju keabadian. Oleh karena itu, memperkuat iman, menjaga shalat, menunaikan zakat, bersedekah, dan menyebarkan kebaikan adalah investasi yang tidak akan pernah musnah pada hari ketika gunung-gunung dihancurkan.
Menyikapi ayat ini dengan penuh kesadaran berarti menjalani hidup dengan keseimbangan, menikmati karunia dunia secukupnya sebagai sarana, namun menjadikan akhirat sebagai tujuan utama.