Menguak Hikmah Tersembunyi: Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 65–82

Surah Al-Kahfi adalah salah satu surah yang sangat dianjurkan untuk dibaca, terutama pada hari Jumat. Di dalamnya terkandung kisah-kisah penuh pelajaran, salah satunya adalah pertemuan antara Nabi Musa AS dengan hamba Allah yang saleh, Khidir AS (dikenal juga sebagai Al-Khidr). Bagian krusial dari pertemuan penuh hikmah ini terangkum dalam rentang ayat 65 hingga 82.

Ayat-ayat ini bukan sekadar narasi, melainkan peta jalan bagi siapa saja yang mencari ilmu, kesabaran, dan pemahaman mendalam tentang keterbatasan akal manusia di hadapan ilmu Allah yang Maha Luas.

Ilustrasi Perjalanan Mencari Ilmu Dua sosok berjalan menyusuri sungai dengan latar belakang matahari terbit, melambangkan pencarian ilmu dan hikmah. Hikmah Tersembunyi

Permulaan Kisah: Batasan Ilmu (Ayat 65)

وَاَتَيْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا

(65) Kami telah memberikan kepadanya ilmu dari sisi Kami.

Ayat 65 ini menandai dimulainya dialog penting. Nabi Musa AS, yang terkenal dengan keluasan ilmunya sebagai seorang rasul, menyadari adanya keterbatasan pengetahuannya dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki oleh Khidir. Pengakuan ini adalah inti dari pelajaran pertama: bahwa ilmu itu bertingkat, dan selalu ada tingkatan ilmu yang lebih tinggi, bahkan bagi para nabi sekalipun, yang hanya Allah SWT yang mampu memberikannya langsung.

Nabi Musa meminta izin kepada Khidir untuk mengikutinya agar dapat diajari ilmu yang benar-benar datang dari sisi Allah, bukan ilmu yang diperoleh melalui wahyu kenabiannya. Khidir memberikan syarat berat: Musa tidak boleh bertanya apa pun sebelum Khidir menjelaskannya sendiri. Syarat ini menguji kesabaran Musa dan menggarisbawahi pentingnya adab dalam menuntut ilmu.

Peristiwa di Atas Perahu: Pengkhianatan dan Kemaslahatan (Ayat 66–71)

قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ ۖ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

(71) Khidir berkata: "Inilah perpisahan antara aku dan kamu; aku akan sampaikan kepadamu perincian dari apa yang kamu tidak dapat menahan kesabaran terhadapnya."

Perjalanan mereka dimulai dengan peristiwa perahu yang dirusak oleh Khidir. Reaksi keras Nabi Musa tidak terhindarkan; ia melihat perbuatan itu sebagai kerusakan nyata yang membahayakan penumpang, padahal tujuannya adalah menyeberang. Di sini, Musa bertindak berdasarkan apa yang ia lihat dan pahami secara lahiriah.

Khidir menjelaskan bahwa kerusakan itu dilakukan untuk menyelamatkan perahu tersebut dari perampasan oleh seorang raja zalim yang mengambil setiap perahu dengan paksa. Kerusakan kecil yang tampak jelas itu ternyata merupakan benteng perlindungan bagi pemiliknya. Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak terburu-buru menghakimi suatu kejadian yang tampak negatif, karena di baliknya mungkin tersimpan kemaslahatan besar yang tidak kita ketahui.

Peristiwa Anak Kecil: Keputusan yang Mencekam (Ayat 72–74)

Pelajaran kedua datang dalam bentuk yang lebih mengejutkan: pembunuhan seorang anak laki-laki. Kejadian ini membuat Nabi Musa merasa sangat terkejut hingga ia melanggar janjinya dan menuntut penjelasan. Baginya, menghilangkan nyawa manusia tanpa alasan yang jelas adalah kejahatan terbesar.

Khidir dengan tegas mengingatkan Musa akan sumpahnya. Kemudian, Khidir menjelaskan bahwa anak tersebut kelak akan tumbuh menjadi pembangkang yang akan menyusahkan kedua orang tuanya yang mukmin. Dengan mengambil nyawanya di usia dini, Allah SWT menggantikannya dengan keturunan yang lebih baik dan lebih saleh. Ini adalah bentuk rahmat ilahi yang melampaui logika kemanusiaan yang hanya melihat dampak jangka pendek.

Perbaikan Dinding Tua: Menjaga Harta Orang Miskin (Ayat 75–79)

Peristiwa ketiga adalah saat Khidir memperbaiki dinding tua yang hampir roboh di sebuah desa. Penduduk desa menolak memberi mereka makanan dan penginapan. Namun, Khidir justru memilih memperbaiki dinding itu tanpa meminta imbalan.

Penjelasan Khidir sangat menyentuh hati: Dinding itu milik dua anak yatim, dan di bawahnya tersimpan harta karun. Jika dinding itu roboh, harta itu akan terungkap dan diambil oleh penduduk desa yang kikir. Ilmu Khidir bukan hanya tentang pengetahuan spiritual, tetapi juga tentang keadilan sosial dan pemeliharaan hak orang lemah. Ini menunjukkan bahwa kebaikan sejati seringkali dilakukan secara tersembunyi dan tanpa pamrih.

Penutup Kisah dan Pelajaran Agung (Ayat 80–82)

ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

(82) Itulah perincian dari apa yang aku tidak dapat bersabar untuk menerangkannya kepadamu.

Setelah semua peristiwa, Khidir menjelaskan bahwa semua tindakannya adalah atas perintah langsung dari Allah SWT untuk mendidik Nabi Musa. Kesabaran Musa diuji di setiap tahapan, dan pada akhirnya, Musa mengakui kelemahan pengetahuannya dan memohon agar pertemanan mereka dilanjutkan.

Ayat 65 hingga 82 Surah Al-Kahfi mengajarkan kita tiga pilar utama: Pertama, rendah hati dalam mencari ilmu dan menerima bahwa ilmu Allah lebih luas dari pemahaman kita. Kedua, memahami bahwa di balik musibah (perahu dirusak, anak dibunuh) terkadang ada rencana perlindungan dan rahmat. Ketiga, kebaikan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan kepada Allah akan menghasilkan hikmah yang mendalam, bahkan jika hasilnya tidak sesuai dengan logika awam kita.

Kisah Musa dan Khidir adalah pengingat abadi bahwa Allah Maha Tahu, dan tugas kita adalah bersabar, berprasangka baik, dan terus mencari ilmu yang bersumber dari ketetapan-Nya.

🏠 Homepage