Memahami Surah Al Kahfi Ayat 67

Konteks dan Makna Ayat

Surah Al-Kahfi adalah salah satu surah terpenting dalam Al-Qur'an, yang penuh dengan pelajaran hidup, kisah kenabian, dan petunjuk untuk menghadapi berbagai ujian (fitnah) di dunia. Salah satu ayat kunci yang menyoroti pentingnya ilmu dan bimbingan adalah ayat ke-67, yang menceritakan dialog antara Nabi Musa AS dengan seorang hamba Allah yang saleh (disebut sebagai Khidir dalam tafsir).

Ayat ini adalah titik balik dalam kisah mereka, di mana Nabi Musa AS mengakui keterbatasannya dalam ilmu pengetahuan dibandingkan dengan ilmu laduni yang dimiliki oleh Khidir. Ayat ini menegaskan bahwa ilmu manusia terbatas, sementara ilmu Allah Maha Luas.

وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِع عَلَيْهِ صَبْرًا

(Khidir) berkata: "Ini (semua) bukanlah aku kerjakan atas kehendakku sendiri. Itulah makna dari apa yang kamu tidak dapat bersabar atasnya." (QS. Al-Kahfi: 67)

Ilustrasi Visual Pentingnya Bimbingan

Cobaan/Batas Ilmu Musa (As) Khidir (Hikmah) Keterbatasan Vs Kebijaksanaan Ilahi

Pelajaran Penting dari Ayat 67

Ayat ini memberikan pelajaran fundamental mengenai hakikat ilmu dan kehendak Allah SWT. Ketika Nabi Musa AS merasa kebingungan dan mendesak Khidir untuk menjelaskan tindakannya yang tampak keliru—seperti merusak perahu atau membunuh seorang anak—jawaban Khidir sangat jelas: "Ini bukanlah aku kerjakan atas kehendakku sendiri."

Poin utamanya adalah bahwa tindakan Khidir didasarkan pada wahyu atau petunjuk langsung dari Allah SWT. Ia adalah figur yang diberikan ilmu khusus (ilmu laduni) yang melampaui akal sehat manusia biasa. Bagi Nabi Musa AS, yang mengandalkan logika dan syariat zahir yang ia pahami, tindakan tersebut terasa tidak adil atau bahkan salah. Namun, Khidir melihat gambaran besarnya.

Inilah inti dari perintah untuk "bersabar" yang disebutkan di akhir ayat. Kesabaran di sini bukan sekadar menahan diri, melainkan menerima bahwa ada kebijaksanaan tersembunyi di balik peristiwa yang tampak buruk. Ketika hikmah tersebut dibuka, barulah Musa memahami bahwa perahu dirusak untuk menyelamatkannya dari perampasan raja zalim, dan anak itu dibunuh karena diprediksi akan menyesatkan orang tuanya menjadi kafir.

Pentingnya Tawadhu' (Kerendahan Hati)

Pengakuan Musa, "Itulah makna dari apa yang kamu tidak dapat bersabar atasnya," adalah manifestasi tertinggi dari kerendahan hati seorang Nabi. Ia mengakui bahwa ilmunya—meskipun besar sebagai seorang rasul—memiliki batas. Ini mengajarkan kepada kita umat manusia bahwa di setiap fase kehidupan, terutama ketika menghadapi kesulitan atau misteri tak terpecahkan, kita harus senantiasa bersikap tawadhu'.

Dalam kehidupan modern, sering kali kita mudah menghakimi situasi atau orang lain berdasarkan informasi parsial yang kita miliki. Kita berpegang teguh pada apa yang bisa kita lihat dan pahami saat ini. Ayat 67 Surah Al-Kahfi menjadi pengingat kuat bahwa pandangan manusia sangat terbatas. Ada rencana besar Allah yang tersembunyi di balik setiap kejadian, baik yang terasa manis maupun pahit. Kepercayaan penuh kepada takdir Allah (qadha dan qadar) memerlukan pemahaman bahwa pemilik segala ilmu dan hikmah adalah Zat Yang Maha Kuasa.

Memahami ayat ini mendorong kita untuk lebih sering beristighfar atas ketergesa-gesaan kita dalam menilai dan lebih banyak memohon petunjuk agar dapat melihat kebenaran yang tersembunyi, sebagaimana yang diperlihatkan oleh Khidir kepada Musa. Ilmu sejati adalah ilmu yang membawa kita kepada kepasrahan dan kesabaran yang kokoh.

🏠 Homepage