Menggali Hikmah di Balik Surah Al-Kahfi Ayat 75 hingga 83
Kisah antara Nabi Musa 'alaihissalam dan hamba Allah yang saleh, Khidr, adalah salah satu narasi paling mendalam dalam Al-Qur'an. Terletak dalam Surah Al-Kahfi, pertemuan mereka membuka mata kita terhadap keterbatasan ilmu manusia dan keagungan ilmu yang dimiliki oleh Allah SWT. Ayat 75 hingga 83 menjadi penutup babak pertama perjumpaan ini, menandai momen ketika Nabi Musa mengajukan permohonan pentingnya kesabaran dan pengulangan janji untuk mengikuti sang guru.
Setelah menyaksikan tiga peristiwa besar yang penuh misteri (perahu yang dirusak, anak yang dibunuh, dan dinding yang dibangun kembali), Nabi Musa menyadari bahwa tindakannya yang penuh ketidaksabaran telah melanggar janji yang telah mereka buat. Ia kemudian memohon kepada Khidr untuk melanjutkan perjalanannya, namun dengan syarat yang lebih longgar.
Ia (Musa) berkata: "Inilah perpisahan antara aku dan engkau; aku akan memberitahukan kepadamu perihal takwil (hikmah) dari apa yang aku perbuat tadi."
Dalam ayat ini, Khidr menegaskan bahwa perpisahan kini telah tiba, namun ia akan menjelaskan makna di balik tindakannya yang selama ini membingungkan Musa. Musa, yang menyadari bahwa ilmu yang dimiliki Khidr berasal dari bimbingan langsung Allah, mengubah pendekatannya. Ia tidak lagi menuntut dengan nada menuduh, melainkan memohon dengan kerendahan hati.
Nabi Musa berkata: "Jika Allah menghendaki, engkau akan mendapati aku seorang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apapun."
Janji ini menunjukkan perubahan fundamental dalam diri Nabi Musa. Ia berjanji untuk menahan diri dari bertanya sebelum diizinkan, dan menerima setiap perbuatan Khidr sebagai kehendak ilahi. Kesabaran adalah kunci utama dalam menuntut ilmu dari sumber yang lebih tinggi.
Setelah kesepakatan baru tercapai, Khidr melanjutkan kisahnya. Peristiwa ketiga yang mereka saksikan adalah mengenai dua anak yatim piatu dan sebuah harta karun yang terpendam di bawah dinding tua.
Adapun dinding itu, ia kepunyaan dua orang anak yatim piatu di kota itu, dan di bawahnya ada harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh; maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka itu mencapai usia dewasa dan mereka mengeluarkan harta itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Dan aku sekali-kali tidak melakukannya menurut kehendakku sendiri. Itulah sebabnya.
Ayat 78 memberikan pencerahan mendalam. Kerusakan dinding yang tampak seperti perbuatan zalim ternyata adalah rahmat Allah. Ayah kedua anak yatim tersebut adalah orang yang saleh, dan Allah melindungi harta warisan mereka. Kehancuran dinding tersebut justru menjadi cara Allah menjaga hak anak-anak tersebut hingga mereka mampu mengelolanya sendiri. Ini mengajarkan bahwa seringkali, apa yang tampak sebagai kerusakan atau kerugian di permukaan, mengandung kebaikan tersembunyi yang hanya diketahui oleh Allah.
Khidr menutup penjelasannya dengan perbedaan tajam antara ilmunya yang merupakan anugerah khusus, dan ilmu Nabi Musa yang terbatas sebagai seorang rasul yang dibebani syariat yang jelas.
Maka aku menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti (dengan anak lain) yang lebih baik baginya dari segi kesuciannya dan lebih dekat (hubungan kasih sayangnya) kepada orang tuanya.
Dan adapun mengenai dinding itu, maka ia kepunyaan dua orang saudara yang yatim piatu itu, dan di bawahnya ada simpanan harta bagi mereka, dan ayahnya seorang yang saleh; maka Tuhanmu menghendaki agar mereka berdua sampai pada kematangannya lalu mereka mengeluarkan simpanan itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Dan aku tidak melakukannya menurut kehendakku sendiri. Itulah takwil dari perbuatan yang kamu tidak dapat bersabar terhadapnya."
Pelajaran utama dari rangkaian ayat ini adalah pengakuan akan keterbatasan nalar manusia. Allah SWT mengaruniakan ilmu khusus kepada Khidr untuk melihat konsekuensi jangka panjang dari suatu tindakan, sementara Nabi Musa berpegang pada hukum zahir yang berlaku umum. Ayat 83 menjadi penutup yang menggarisbawahi kebesaran kehendak Ilahi:
Mereka menanyakan kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Zulkarnain. Katakanlah: "Aku akan menceritakan kepadamu sebagian dari ceritanya."
Ayat 83 menandai akhir dari kisah Nabi Musa dan Khidr, mengalihkan fokus narasi Al-Kahfi kepada kisah heroik lainnya, yaitu Zulkarnain, menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah kumpulan hikmah yang berkelanjutan. Kisah Musa dan Khidr mengajarkan kita pentingnya tawakkal sejati, kerendahan hati untuk belajar dari siapa pun, dan meyakini bahwa di balik setiap kejadian yang tampak buruk, terdapat rencana Allah yang penuh kebaikan dan hikmah yang mendalam.