Pengantar Surah Al-Kahfi
Surah Al-Kahfi, yang berarti "Gua", adalah salah satu surah di dalam Al-Qur'an yang memiliki kedalaman makna luar biasa, terutama terkait dengan ujian dan cobaan hidup. Surah ini sering dianjurkan untuk dibaca pada hari Jumat karena mengandung empat kisah besar yang menjadi pelajaran utama: kisah Ashabul Kahfi (pemuda penghuni gua), kisah pemilik dua kebun, kisah Nabi Musa dan Khidr, serta kisah Dzulqarnain.
Fokus utama pembahasan ini adalah pada akhir kisah Dzulqarnain yang termuat dalam ayat-ayat penutup surah tersebut. Ayat 91 khususnya menyoroti akhir dari kekuasaan seorang penguasa besar yang telah menjelajahi Timur dan Barat, namun ia tetap tunduk pada kehendak mutlak Allah SWT.
Teks Arab dan Terjemahan Surah Al-Kahfi Ayat 91
Mari kita simak bersama Surah Al-Kahfi ayat 91:
"Hingga apabila ia telah sampai di antara dua gunung, ia mendapati di sebelah keduanya suatu kaum yang hampir tidak memahami perkataan." (QS. Al-Kahfi: 91)
Analisis Kontekstual Ayat 91
Ayat 91 ini menandai tahap ketiga dari ekspedisi Dzulqarnain. Setelah membangun pertahanan dari Ya’juj dan Ma’juj (di ayat 90), ia melanjutkan perjalanannya menuju arah lain, yang diyakini para mufassir adalah menuju bagian bumi yang belum terjamah atau wilayah yang dihuni oleh masyarakat terasing.
Deskripsi "di antara dua gunung" mengindikasikan lokasi geografis yang terpencil atau terlindung. Hal yang paling menarik dari ayat ini adalah kondisi masyarakat yang ditemuinya: "suatu kaum yang hampir tidak memahami perkataan." Ini bukan berarti mereka bisu, melainkan bahasa mereka sangat berbeda dan sulit dipahami oleh Dzulqarnain dan rombongannya. Keadaan ini menunjukkan luasnya wilayah kekuasaan Allah dan keragaman ciptaan-Nya.
Pelajaran Spiritual dari Ayat 91
Meskipun fokus ayat ini adalah deskripsi geografis dan antropologis, inti pelajaran spiritual yang harus kita ambil dari keseluruhan kisah Dzulqarnain, termasuk ayat ini, adalah tentang kerendahan hati dan kesadaran akan batasan.
1. Batasan Ilmu Manusia
Perjalanan Dzulqarnain menunjukkan bahwa sekuat apapun kekuatan politik, militer, atau teknologi yang dimiliki seseorang, ia akan selalu menemukan batasan. Ia yang telah menguasai Timur dan Barat pun, bertemu dengan kaum yang bahasanya asing. Ini mengajarkan kita bahwa ilmu manusia itu terbatas, dan hanya Allah yang Maha Mengetahui keseluruhan.
2. Tanggung Jawab Terhadap Perbedaan
Pertemuan dengan kaum yang sulit diajak berkomunikasi menuntut hikmah. Ketika Dzulqarnain menemukan mereka, tugasnya bukan menaklukkan atau mengabaikan, melainkan mencari cara untuk berkomunikasi dan memberikan manfaat. Ini menjadi pelajaran bagi umat Islam untuk bersikap bijaksana saat berhadapan dengan perbedaan budaya, bahasa, atau pemahaman.
3. Motivasi di Balik Kekuatan
Kisah Dzulqarnain selalu diingatkan bahwa seluruh kekuatan yang dimilikinya adalah amanah dari Allah. Ayat-ayat sebelumnya menekankan bahwa ia tidak melakukan hal tersebut atas kemauannya sendiri, melainkan atas izin dan pertolongan Ilahi. Dalam konteks Surah Al-Kahfi ayat 91, meskipun ia berhadapan dengan tantangan komunikasi, ia tetap menjalankan misi kebaikan yang diamanahkan kepadanya.
Ilustrasi Visual: Kekuasaan yang Terbatas
Ilustrasi Kesulitan Komunikasi dalam Perjalanan Dzulqarnain
Penutup: Refleksi Kekuasaan dan Ketaatan
Kisah Dzulqarnain yang mencapai titik ini, sebagaimana diabadikan dalam Surah Al-Kahfi ayat 91, selalu mengarahkan pembaca kembali pada ayat pamungkas surah tersebut: bahwa semua pencapaian dan kekuatan yang dimiliki hanyalah sementara dan semata-mata atas izin Allah. Ketika Dzulqarnain telah menyelesaikan tugasnya, ia menerima teguran terakhir bahwa segala sesuatu yang ada di bumi akan sirna, kecuali Wajah Tuhan-Nya.
Merenungkan ayat ini membantu seorang Muslim menempatkan prioritas hidupnya. Kekuatan, kekayaan, atau penguasaan duniawi adalah alat, bukan tujuan akhir. Fokus sejati haruslah pada ketaatan kepada Sang Pencipta, yang kekuasaan-Nya melampaui batas geografis, bahasa, dan waktu.