Kajian Mendalam Surah Al-Lail Ayat 5

Dalam khazanah Al-Qur'an, setiap ayat mengandung hikmah dan petunjuk yang mendalam bagi kehidupan manusia. Salah satu surat yang sering dijadikan perenungan tentang perbedaan jalan hidup adalah Surah Al-Lail (Malam Hari). Ayat kelima dari surat ini secara spesifik menyoroti salah satu kunci utama dari keberhasilan dan kebahagiaan sejati di dunia maupun akhirat.

Ilustrasi Jalan Kebaikan dan Ketakwaan Dua jalan bercabang; satu terang (kebaikan) dan satu gelap (kesesatan), melambangkan pilihan manusia. Jalan Kebaikan Jalan Kesesatan Pilihan

Surah Al-Lail Ayat 5: Teks dan Terjemahan

فَأَمَّا مَنۡ أَعۡطَىٰ وَاتَّقَىٰ

"Adapun orang yang memberikan hartanya (di jalan Allah) dan bertakwa,"

Ayat kelima ini merupakan bagian dari pembukaan Surah Al-Lail yang bersumpah dengan fenomena malam hari. Allah SWT kemudian membagi manusia menjadi dua golongan berdasarkan respons mereka terhadap harta dan kebenaran. Ayat 5 ini secara spesifik menjelaskan ciri-ciri golongan pertama yang akan mendapatkan balasan terbaik.

Makna "Memberikan Harta" (A’ta)

Kata kunci pertama dalam ayat ini adalah "A’ta" (أَعْطَىٰ), yang berarti memberi atau menafkahkan. Namun, konteks dalam Al-Qur'an, terutama dalam surat-surat Makkiyah seperti Al-Lail, seringkali merujuk pada pemberian yang dilakukan dengan ikhlas, bukan sekadar memberi karena terpaksa atau riya'. Pemberian ini mencakup:

Ayat ini menekankan bahwa kepemilikan harta harus diiringi dengan kesadaran bahwa harta tersebut adalah titipan. Ketika seseorang mampu melepaskan sebagian kepemilikannya tersebut di jalan yang diridai Allah, ia telah membuktikan kemuliaan jiwanya yang tidak terjerat oleh materi.

Makna "Bertakwa" (Ittaqā)

Kunci kedua yang sangat vital adalah "Ittaqā" (اتَّقَىٰ), yaitu bertakwa. Taqwa adalah fondasi segala amal shaleh. Jika kedermawanan adalah tindakan eksternal, taqwa adalah kondisi internal hati dan komitmen penuh terhadap perintah dan larangan Allah.

Orang yang bertakwa adalah orang yang menjaga dirinya dari murka Allah. Ini meliputi:

  1. Mematuhi Syariat: Melaksanakan perintah agama (salat, puasa, haji) dan menjauhi maksiat.
  2. Ketakutan yang Seimbang: Rasa takut akan siksa-Nya mendorongnya untuk berbuat baik dan meninggalkan keburukan.
  3. Integritas Total: Kedermawanan yang ia tunjukkan tidak berdiri sendiri. Ia menjaga kejujuran dalam bisnis, amanah dalam perkataan, dan kesucian dalam perbuatan, karena semua itu adalah bagian dari takwa.

Tanpa taqwa, kedermawanan bisa menjadi bentuk lain dari kesombongan atau pencitraan. Namun, ketika kedermawanan (A’ta) bertemu dengan kesadaran Ilahi (Ittaqā), barulah kekayaan sejati itu terbentuk.

Kontras dengan Ayat Selanjutnya

Untuk memahami urgensi ayat 5 ini, kita perlu melihat kontrasnya. Ayat 6 dan seterusnya menjelaskan golongan kedua: "Dan orang yang bakhil dan merasa dirinya yang paling kaya, serta mendustakan pahala yang terbaik." Golongan kedua ini memiliki harta, tetapi mereka kikir dan sombong, sehingga harta mereka justru menjadi penghalang.

Oleh karena itu, Surah Al-Lail ayat 5 mengajarkan formula kesuksesan spiritual yang sangat praktis: keluarkan apa yang menjadi hak Allah (memberi) dan jaga hati serta amalmu (bertakwa). Inilah jembatan yang menghubungkan kehidupan dunia yang fana dengan kenikmatan akhirat yang abadi. Kesuksesan sejati bukan diukur dari seberapa banyak yang kita kumpulkan, tetapi seberapa banyak yang kita berikan dan seberapa baik kita menjaga hubungan kita dengan Pencipta.

🏠 Homepage