Surah Al-Kahf, yang berarti "Gua," adalah salah satu surah penting dalam Al-Qur'an yang penuh dengan pelajaran moral, kisah spiritual, dan peringatan ilahiah. Di antara ayat-ayatnya yang kaya, Surah Kahfi ayat 100 memegang peranan krusial sebagai penutup narasi utama dan penekanan terhadap takdir manusia terkait pilihan hidup mereka.
Ayat 100 dan 101 Surah Al-Kahf secara kolektif berfungsi sebagai penutup dramatis mengenai konsekuensi dari penolakan terhadap kebenaran. Ayat 100 berbicara langsung mengenai takdir yang akan dihadapi oleh mereka yang berpaling dari ajaran Allah, sementara ayat 101 menjelaskan bagaimana kondisi kekufuran tersebut termanifestasi.
Berikut adalah lafal dan terjemahan dari ayat yang menjadi fokus pembahasan kita:
"Dan diperlihatkan neraka Jahannam dengan jelas kepada setiap orang yang durhaka dan sombong terhadap ayat-ayat Kami."
Kata kunci dalam ayat ini adalah "istakbarū 'anhā" (sombong terhadapnya). Ayat ini tidak hanya menyoroti orang-orang yang sekadar tidak percaya (mendustakan ayat-ayat Kami), tetapi secara spesifik menargetkan mereka yang memiliki kesombongan intelektual atau spiritual. Kesombongan inilah yang menjadi penghalang utama seseorang menerima kebenaran, meskipun kebenaran itu telah diperjelas melalui tanda-tanda (ayat-ayat) Allah.
Dalam konteks kisah-kisah sebelumnya dalam Surah Al-Kahf—seperti kisah pemilik kebun yang takabur atau raja Dzulkarnain yang rendah hati—ayat 100 ini menjadi pembanding. Jika pemilik kebun sombong karena kekayaan dunianya, maka akibat yang menanti adalah kerugian total di akhirat. Kesombongan menyebabkan penolakan total terhadap petunjuk, yang kemudian berujung pada ancaman neraka Jahannam.
Penting untuk dicatat bahwa Al-Qur'an memisahkan dua kategori di sini: "kadzdzabū" (mendustakan) dan "istakbarū" (sombong). Seseorang mungkin secara intelektual mengakui keberadaan Tuhan, namun kesombongan menahannya untuk tunduk pada perintah-Nya. Kesombongan adalah penyakit hati yang membuat seseorang merasa dirinya lebih berhak atau lebih benar daripada wahyu ilahi. Ayat ini memberikan peringatan keras bahwa reaksi sombong terhadap kebenaran adalah dosa besar yang langsung mengarah pada pertunjukan neraka.
Surah Al-Kahf, melalui ayat 100 ini, mengajarkan kita untuk selalu menjaga hati agar tetap rendah hati (tawadhu') dalam menerima ilmu dan kebenaran. Kesombongan adalah pintu gerbang menuju kedurhakaan yang menyeluruh, yang mana konsekuensinya dijelaskan dengan tegas: diperlihatkannya neraka Jahannam, sebagai balasan yang sangat pedih (azabun alim) bagi mereka yang menolak keagungan ayat-ayat Allah karena keangkuhan diri mereka sendiri.
Dengan demikian, Surah Kahfi ayat 100 berfungsi sebagai cermin refleksi diri yang kuat. Ia menantang setiap pembaca untuk memeriksa motivasi di balik penerimaan atau penolakan mereka terhadap ajaran agama. Apakah kita menolaknya karena kurangnya bukti, ataukah karena hati kita telah tertutup oleh tirai kesombongan yang diciptakan oleh ego kita sendiri?