Surah Al-Insyirah, yang juga dikenal dengan nama Surah Asy-Syarh (membentangkan), adalah salah satu surah pendek dalam Juz Amma Al-Qur'an. Surah ini terdiri dari delapan ayat dan merupakan penegasan ilahi yang sangat kuat mengenai janji Allah SWT. Penamaan Al-Insyirah sendiri berasal dari kata pertama dalam surah ini, yang berarti 'membentangkan' atau 'melapangkan'. Surah ini diyakini diturunkan sebagai penghiburan langsung kepada Nabi Muhammad SAW di masa-masa sulit dalam berdakwah.
Dalam konteks sejarah Islam, masa-masa awal kenabian seringkali penuh dengan cobaan, penolakan, dan tekanan psikologis yang berat. Surah ini datang sebagai balsam penyejuk hati, mengingatkan Nabi dan seluruh umat bahwa di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan yang menyertai. Pesan ini tidak hanya relevan pada masa Nabi, tetapi juga abadi untuk setiap mukmin yang menghadapi ujian kehidupan.
Surah ini diawali dengan pertanyaan retoris yang penuh makna:
(1) Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?
Ayat pertama ini langsung menyentuh inti permasalahan: melapangkan dada. Lapang dada di sini diinterpretasikan oleh para ulama sebagai perluasan hati Nabi Muhammad SAW, kesabaran yang luar biasa, penerimaan wahyu, dan kesiapan mental beliau dalam memikul beban risalah kenabian. Allah menegaskan bahwa kemudahan spiritual dan pembukaan hati telah diberikan sebelum tantangan yang lebih besar datang. Ini adalah fondasi dukungan ilahi.
Puncak dari Surah Al-Insyirah terletak pada ayat-ayat berikutnya, khususnya ayat 5 dan 6, yang menjadi kaidah emas dalam menghadapi tantangan hidup:
(5) Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,
(6) sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Pengulangan frasa "sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan" (Inna ma'al 'usri yusra) sebanyak dua kali menunjukkan penekanan yang sangat kuat dari Allah SWT. Kata 'usr (kesulitan) disebutkan sekali, sementara kata yusr (kemudahan) disebutkan dua kali, meskipun keduanya merujuk pada satu kesulitan yang sama. Beberapa tafsir menjelaskan bahwa pengulangan ini menegaskan bahwa kemudahan yang dijanjikan itu tidak hanya satu, melainkan berlipat ganda, atau setidaknya kemudahan itu lebih superior dibandingkan kesulitan itu sendiri. Allah tidak mengatakan "setelah kesulitan", melainkan "bersama kesulitan", menyiratkan bahwa proses melewati kesulitan itu sendiri sudah mengandung kemudahan yang tersembunyi.
Setelah memberikan penghiburan dan janji kemudahan, Surah Al-Insyirah menutup dengan perintah penting yang menunjukkan tanggung jawab seorang mukmin setelah menerima pertolongan Allah:
(7) Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), maka bersungguh-sungguhlah (untuk urusan yang lain),
(8) dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Ayat ketujuh mengajarkan kita untuk tidak berpuas diri setelah satu keberhasilan terwujud. Begitu satu tugas selesai, kita harus segera bangkit dan fokus pada tugas berikutnya dengan sungguh-sungguh (fashab). Ini adalah semangat produktivitas dan ketekunan dalam amal saleh. Ayat terakhir menekankan bahwa sumber energi dan harapan kita harus selalu tertuju kembali kepada Allah SWT. Setelah kita berjuang dan berusaha, hasil akhir tetap bergantung penuh pada keridhaan dan pertolongan-Nya (farghab).
Bagi umat Islam kontemporer yang sering dihantam oleh tekanan pekerjaan, ekonomi, atau masalah sosial, Surah Al-Insyirah berfungsi sebagai pengingat spiritual yang vital. Surah ini mengajarkan filosofi optimisme yang Islami—bukan optimisme buta tanpa usaha, melainkan optimisme yang berakar pada keyakinan bahwa pertolongan Allah pasti datang menyertai setiap usaha keras. Ketika kita merasa tertekan, mengingat bahwa dada kita telah dilapangkan oleh Allah dan bahwa kemudahan itu sudah menanti di balik kesulitan saat ini, dapat memberikan kekuatan luar biasa untuk terus maju dan tidak putus asa. Surah ini adalah manual ketenangan hati di tengah badai kehidupan.