Ilustrasi Cahaya Pagi yang Menenangkan
Surat Ad-Dhuha adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang penuh dengan pesan penghiburan, harapan, dan kasih sayang Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW. Diturunkan pada saat Nabi Muhammad SAW sedang mengalami masa-masa sulit dan kesedihan mendalam karena jeda wahyu sesaat, surat ini menjadi penyejuk hati yang luar biasa. Memahami setiap surat ad dhuha ayat per ayat memberikan kita pelajaran berharga tentang pentingnya bersabar dan selalu berprasangka baik kepada Tuhan.
Surat ke-93 ini terdiri dari 11 ayat. Konteks utama penurunannya adalah untuk menghilangkan kegelisahan Nabi. Ketika wahyu sempat terhenti beberapa waktu, kaum musyrikin mulai menyindir bahwa Tuhan telah meninggalkan Muhammad. Dalam kesedihan itu, Allah menurunkan Ad-Dhuha sebagai penegasan bahwa Dia tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang dicintai.
Keutamaan membaca surat ini sangat besar. Selain mendapatkan pahala, membacanya dalam situasi sulit diyakini dapat mendatangkan ketenangan dan mengingatkan bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Ayat-ayatnya adalah janji langsung dari Sang Pencipta.
Allah memulai dengan sebuah sumpah yang kuat:
Demi waktu dhuha (ketika matahari naik sepenggalah), dan demi malam apabila telah sunyi.
Sumpah ini menekankan pentingnya dua waktu tersebut. Waktu Dhuha adalah waktu awal munculnya cahaya terang setelah kegelapan malam, melambangkan harapan baru. Sementara malam yang sunyi melambangkan ketenangan total setelah hiruk pikuk aktivitas.
Inilah inti dari penghiburan tersebut:
Tuhanmu tiada sekali-kali meninggalkan kamu dan tiada (pula) murka kepada kamu. Sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagimu daripada (negeri) dunia ini.
Dua ayat ini secara tegas menepis kesedihan Nabi. Kata "qala" (murka) dan "wadda'a" (meninggalkan) dinegasikan. Kemudian, Allah memberikan perbandingan yang sangat membesarkan hati: Akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan duniawi.
Bagaimana Allah akan membuktikan bahwa Dia tidak meninggalkan?
Dan sungguh, Tuhanmu kelak pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?
Ayat kelima menjanjikan kepuasan (ridha) yang akan diberikan Allah kepada Nabi. Ayat keenam kemudian mengingatkan jejak-jejak pertolongan masa lalu: ketika Nabi yatim piatu, Allah melindungi dan memeliharanya.
Pengingat nikmat ini adalah mekanisme psikologis yang efektif untuk menenangkan jiwa yang gundah:
Dan Dia mendapatimu kebingungan, lalu Dia memberimu petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan kepadamu. Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.
Dari tersesat dalam kebingungan, lalu mendapat petunjuk, hingga dari kekurangan lalu dicukupi. Semua nikmat ini membuktikan bahwa Allah Maha Pemberi.
Setelah mengingatkan akan nikmat masa lalu dan janji masa depan, surat ditutup dengan perintah bersyukur:
Dan terhadap orang yang meminta, janganlah engkau mengusir. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menceritakan (kepada orang lain).
Inti dari kebahagiaan sejati adalah berbagi. Setelah menerima limpahan karunia (rizqi, petunjuk, perlindungan), kita diperintahkan untuk tidak menolak peminta (dengan kasar) dan senantiasa menceritakan nikmat Tuhan sebagai bentuk rasa syukur tertinggi.
Setiap surat ad dhuha ayat memberikan landasan kokoh bagi seorang mukmin. Pertama, Allah tidak pernah meninggalkan kita, meskipun kita merasa berada di titik terendah. Kedua, kesulitan duniawi bersifat sementara, dan akhirat jauh lebih baik. Ketiga, syukur bukan hanya di hati, tetapi harus diwujudkan melalui perbuatan baik kepada sesama, terutama kepada mereka yang membutuhkan, seperti anak yatim dan pengemis. Surat ini adalah manual ketenangan di tengah badai kehidupan.