Surat Al-Fatihah, yang berarti 'Pembukaan', adalah surat pertama dalam Al-Qur'an dan merupakan inti dari shalat umat Islam. Ayat terakhirnya, yaitu ayat ketujuh, merupakan penutup doa permohonan yang sangat mendalam.
Ayat terakhir Al-Fatihah adalah puncak permohonan seorang hamba kepada Tuhannya setelah memuji dan mengakui keesaan-Nya. Ayat ini memohon petunjuk agar ditetapkan di atas jalan yang benar, sebuah jalan yang telah dilalui oleh golongan-golongan tertentu.
Ayat ini secara eksplisit membagi manusia menjadi tiga golongan besar berdasarkan perjalanan hidup dan tujuan akhir mereka:
Golongan pertama adalah mereka yang telah Allah berikan nikmat. Menurut tafsir, ini merujuk pada para Nabi, Siddiqin (orang yang membenarkan), Syuhada (martir), dan Shalihin (orang saleh). Mereka adalah panutan karena hidup mereka sesuai dengan kehendak Allah dan menghasilkan kebahagiaan dunia serta akhirat. Memohon untuk mengikuti jalan mereka adalah permohonan untuk memperoleh kebaikan tertinggi.
Golongan kedua adalah mereka yang dimurkai. Dalam banyak riwayat, ini ditafsirkan sebagai orang-orang yang mengetahui kebenaran tetapi sengaja menolaknya karena kesombongan atau kedengkian. Mereka memahami perintah Allah, tetapi memilih untuk tidak mengikutinya. Contoh klasik yang sering disebutkan adalah Bani Israil (Yahudi) yang menolak kenabian Muhammad SAW meskipun telah menerima janji kenabian sebelumnya.
Golongan ketiga adalah orang-orang yang sesat. Mereka adalah orang-orang yang beribadah tetapi tanpa ilmu, tanpa bimbingan yang benar, dan tersesat dari petunjuk Allah. Mereka mungkin bersemangat, namun ibadah dan amal mereka tidak sesuai dengan syariat. Contoh yang sering dikaitkan dengan golongan ini adalah Nasrani, yang menurut sebagian penafsiran, beramal karena kesesatan dan salah pemahaman terhadap ajaran Nabi Isa AS.
Dengan memohon, "Bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat," seorang Muslim secara tegas menyatakan penolakannya terhadap dua ekstrem perilaku: sikap menolak kebenaran dengan sengaja (kemurkaan) dan sikap menempuh kebenaran tanpa ilmu (kesesatan).
Al-Fatihah adalah fondasi shalat, dan ayat ketujuh ini adalah klimaks dari permohonan spiritual tersebut. Keutamaannya terletak pada:
Doa ini bersifat universal dan komprehensif. Ia mencakup semua aspek kebaikan dan menjauhi semua bentuk keburukan. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang makna "jalan yang dianugerahi nikmat" menjadi motivasi utama bagi seorang Muslim untuk berjuang meneladani para salafus saleh dalam mengamalkan ajaran Islam secara utuh, lahir dan batin.
Membaca Al-Fatihah ayat 7 dengan penuh kesadaran berarti menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari kemewahan duniawi semata, melainkan dari ketaatan pada petunjuk Ilahi yang jelas dan teruji. Ini adalah komitmen berulang untuk tetap berada di atas Shirat al-Mustaqim, jalan lurus yang diridhai oleh Yang Maha Pengasih.