Surat Al-Fatihah, yang berarti "Pembukaan", adalah surat pertama dalam Al-Qur'an dan memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam Islam. Ia sering disebut sebagai Ummul Kitab (Induk Al-Kitab) atau Ummul Qur'an (Induk Al-Qur'an). Keistimewaannya tidak hanya terletak pada posisinya sebagai pembuka mushaf, tetapi juga karena ia wajib dibaca dalam setiap rakaat shalat, menjadikannya inti dari ibadah seorang Muslim.
Ketika kita mempelajari surat ini dalam konteks Rasm Utsmani, kita merujuk pada metode penulisan standar kaligrafi Arab yang ditetapkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan Radiyallahu 'anhu. Rasm Utsmani bukan sekadar gaya penulisan, melainkan sebuah standar otentik yang menjamin kemurnian teks Al-Qur'an dari masa ke masa. Setiap harakat, titik, dan bentuk huruf dalam Rasm Utsmani memiliki makna historis dan kehati-hatian yang tinggi dalam penjagaannya.
Meskipun Surat Al-Fatihah hanya terdiri dari tujuh ayat, setiap penulisannya mengikuti kaidah Rasm Utsmani yang ketat. Dalam mushaf standar, Anda akan melihat bagaimana huruf-huruf tertentu ditulis dengan bentuk yang mungkin berbeda dari penulisan bahasa Arab sehari-hari (Rasm Imlahi). Misalnya, dalam Al-Fatihah, kita melihat penulisan yang mempertahankan warisan otentik tersebut.
Pengenalan terhadap Rasm Utsmani membantu umat Islam, khususnya yang sedang belajar membaca Al-Qur'an, untuk terbiasa dengan mushaf standar yang mereka gunakan sehari-hari. Ini adalah bagian dari penghormatan kita terhadap teks suci yang diturunkan. Membaca Al-Fatihah dengan Rasm Utsmani memastikan bahwa kita membaca sesuai dengan riwayat otentik yang telah diwariskan turun-temurun dari Rasulullah SAW.
Makna Surat Al-Fatihah mencakup puji-pujian, pengakuan keesaan Allah (Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah), penegasan hari pembalasan, dan permohonan bimbingan jalan yang lurus. Ayat pertama, Bismillahirrahmanirrahim, adalah pembuka yang penuh berkah. Ayat kedua, Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin, adalah pengakuan bahwa segala pujian hanya milik Allah, Tuhan semesta alam.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Alḥamdu lillāhi rabbil-ʿālamīn
Ayat-ayat berikutnya mengalirkan pujian tersebut menjadi pengakuan bahwa Allah adalah Pemilik segala sesuatu, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Puncaknya adalah ketika kita menyatakan bahwa hanya kepada-Nya kita menyembah (Iyyāka naʿbudu) dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan (Wa iyyāka nastaʿīn). Ini adalah titik balik dalam shalat, di mana seorang hamba sepenuhnya menundukkan diri.
Tujuh ayat ini ditutup dengan permohonan yang paling fundamental bagi setiap jiwa yang beriman: petunjuk. Kita memohon agar dituntun ke jalan yang lurus (Ṣirāṭal-mustaqīm), yaitu jalan orang-orang yang telah Allah anugerahi nikmat, bukan jalan mereka yang dimurkai atau jalan orang-orang yang tersesat. Permintaan ini menunjukkan bahwa tanpa petunjuk Ilahi, manusia akan mudah terombang-ambing dalam kesesatan.
Mempelajari dan merenungkan surat Al Fatihah rasm utsmani bukan hanya latihan visual atau pengulangan hafalan. Ini adalah proses penyelarasan hati dengan teks suci yang otentik. Ketika kita membaca Al-Fatihah, kita sedang melakukan dialog tertinggi dengan Sang Pencipta, menegaskan kembali identitas kita sebagai hamba yang sepenuhnya bergantung kepada-Nya. Keindahan Rasm Utsmani mengingatkan kita pada keseriusan dan keagungan Kalamullah yang terjaga kesempurnaannya.
Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memastikan bacaan Al-Fatihahnya benar, baik dari segi tajwid maupun dari segi pengenalan bentuk huruf dalam standar Rasm Utsmani, karena kualitas shalat kita sangat bergantung pada kesempurnaan bacaan surat pembuka ini. Dengan demikian, Al-Fatihah menjadi jembatan spiritual yang menghubungkan kehidupan duniawi kita dengan keridhaan ilahi.