Surat Al-Kahfi (Gua) adalah salah satu surat makkiyah yang kaya akan pelajaran hidup, khususnya mengenai ujian, keimanan, dan pentingnya berpegang teguh pada kebenaran. Sepuluh ayat pertama surat ini sering menjadi fokus utama karena berisi pujian kepada Allah SWT dan penegasan tentang tujuan diturunkannya Al-Qur'an. Membaca dan merenungi ayat-ayat ini dapat menjadi benteng spiritual kita di akhir zaman.
(1) Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, dan Dia tidak menjadikan di dalamnya kebengkokan (kekeliruan sedikit pun).
(2) Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang keras dari sisi-Nya, dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapatkan balasan yang baik,
(3) Mereka akan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
(4) Dan untuk memperingatkan orang-orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak."
(5) Mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Sangat keji kalimah itu terucap dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali kebohongan.
(6) Maka, barangkali kamu akan membinasakan dirimu (tersiksa) karena mengikuti jejak mereka, jika mereka tidak beriman kepada perkataan ini (Al-Qur'an) karena bersedih hati.
(7) Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami uji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.
(8) Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (semua) yang ada di atasnya (bumi) tanah yang tandus.
(9) Apakah kamu mengira bahwa orang-orang Ashabul Kahfi (penghuni gua) dan Ar-Raqim itu termasuk di antara tanda-tanda kebesaran Kami yang mengherankan?
(10) (Ingatlah) tatkala para pemuda itu berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu dan sediakanlah bagi kami petunjuk yang benar dalam urusan kami."
Ayat-ayat pembuka Surat Al-Kahfi ini memberikan pondasi teologis yang kuat bagi pembacanya. Ayat pertama menegaskan kesempurnaan Al-Qur'an. Allah menurunkan kitab ini tanpa cacat sedikit pun (tanpa 'iwaja), menjadikannya sumber hukum dan panduan hidup yang mutlak benar. Keakuratan ini adalah anugerah terbesar.
Dua fungsi utama Al-Qur'an disebutkan secara berurutan dalam ayat 2. Pertama, ia berfungsi sebagai peringatan (lidz-nidhara) akan azab Allah yang pedih bagi mereka yang menolak kebenaran. Kedua, ia adalah pembawa kabar gembira (yubasysyir) bagi orang-orang beriman yang konsisten dalam amal saleh. Mereka dijanjikan pahala yang kekal abadi, yang mana kenikmatannya tiada batas waktu.
Ayat 4 dan 5 secara tegas menolak anggapan bahwa Allah memiliki anak. Klaim ini disebut sebagai "kalimat yang sangat keji" (kaburat kalimatan). Penegasan ini menunjukkan betapa pentingnya konsep tauhid (keesaan Allah) yang murni, yang merupakan inti ajaran Islam. Mereka yang menyebarkan kebohongan ini tidak memiliki dasar ilmu sedikit pun.
Ayat 7 dan 8 menjelaskan perspektif Islam terhadap dunia. Segala kemewahan dan kenikmatan yang ada di bumi hanyalah perhiasan sementara (zinah) yang disiapkan Allah sebagai ujian. Ujian ini bertujuan untuk menguji kualitas iman dan amal perbuatan manusia. Pada akhirnya, semua perhiasan itu akan musnah dan bumi akan kembali menjadi tanah tandus (sha'idan juruza). Kesadaran akan kefanaan ini mendorong seorang mukmin untuk tidak terperosok dalam kesenangan duniawi yang melalaikan.
Memasuki ayat 9 dan 10, Allah mulai memperkenalkan kisah Ashabul Kahfi—sekelompok pemuda yang memilih menghadapi ancaman penyiksaan daripada meninggalkan iman mereka. Kisah ini bukan sekadar dongeng, melainkan tanda kebesaran Allah yang pantas direnungkan. Puncak dari ayat-ayat awal ini adalah doa yang mereka panjatkan saat bersembunyi: permohonan rahmat dan petunjuk yang benar (rusyd). Doa ini mengajarkan bahwa dalam menghadapi kesulitan terbesar sekalipun, pertolongan terbaik adalah dari Allah dalam bentuk rahmat dan bimbingan yang jelas.