Kisah Ashabul Kahfi: Menjelajahi Ayat 21-25 Al-Kahfi

Perlindungan dan Pembangkitan Kembali

Surat Al-Kahfi, surat ke-18 dalam Al-Qur'an, menyimpan kisah-kisah penuh hikmah, salah satunya adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua). Kisah ini bukan hanya tentang sekelompok pemuda yang tertidur selama ratusan tahun, tetapi juga merupakan pelajaran mendalam tentang keimanan, keteguhan hati, dan kekuasaan Allah SWT atas waktu dan kehidupan.

Setelah berhasil melarikan diri dari kekejaman raja yang menyembah berhala, para pemuda beriman ini mencari perlindungan di sebuah gua. Allah SWT kemudian melindungi mereka dari pandangan manusia dan bahkan mengubah kondisi di dalam gua. Fokus kita kali ini adalah pada ayat 21 hingga 25, yang menggambarkan bagaimana Allah menjaga rahasia mereka dan bagaimana dunia luar bereaksi setelah mereka terbangun.

Di Dalam Gua

Ilustrasi penggambaran pemuda di dalam gua.

Ayat-ayat ini menjelaskan bagaimana Allah SWT 'menutup pendengaran' mereka dari suara dunia luar, sehingga mereka dapat tidur nyenyak dalam ketenangan selama berabad-abad. Ketika mereka terbangun, mereka saling bertanya tentang lamanya mereka terlelap. Inilah inti dari kisah yang menunjukkan campur tangan ilahi dalam urusan mereka.

Membaca dan Merenungi Ayat 21-25

Berikut adalah penggalan ayat yang relevan dari Surat Al-Kahfi:

"Dan demikianlah Kami perlihatkan (manusia) kepada mereka, agar mereka mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa hari Kiamat itu (pasti) datang, sedang mereka berselisih faham tentang hal itu, ketika mereka memperdebatkan urusan mereka..." (Al-Kahfi: 21)

Ayat 21 ini memberikan konteks bahwa kisah Ashabul Kahfi sendiri adalah sebuah mukjizat yang ditunjukkan kepada umat manusia—sebagai bukti kebenaran janji Allah, termasuk janji akan hari kiamat.

"(Segolongan berkata): 'Dirikanlah suatu bangunan di atas (tempat) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui keadaan mereka.' Berkatalah orang-orang yang menang atas urusan mereka: 'Sesungguhnya kita pasti akan mendirikan rumah ibadah di atas mereka.'" (Al-Kahfi: 22)

Setelah mereka tertidur pulas, keadaan mereka menjadi perbincangan masyarakat yang telah berganti generasi. Ada yang menyarankan untuk membangun tempat ibadah di atas gua mereka, sementara yang lain berpendapat bahwa Allah lebih mengetahui urusan mereka yang sebenarnya. Ini menunjukkan perbedaan pandangan manusia dalam menghadapi misteri keimanan.

"Maka ketahuilah (olehmu), bahwa mereka yang berselisih tentang hal gua itu, mereka pasti ragu-ragu tentang hal itu. Mereka berkata: 'Bangunlah suatu bangunan di atas mereka, pasti Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.' Orang-orang yang menguasai urusan mereka berkata: 'Kita pasti akan membuat tempat ibadah di atas mereka.'" (Al-Kahfi: 23)

Ayat 23 mengulang penegasan bahwa orang-orang yang memperdebatkan hal ini masih dalam keraguan, namun mereka yang memiliki otoritas memutuskan untuk membangun monumen atau tempat ibadah sebagai pengingat atas peristiwa luar biasa ini.

"Ada (sebagian) yang berkata: 'Marilah kita dirikan masjid di atas mereka', untuk mengagungkan mereka. Berkatalah (yang lain): 'Tuhan mereka lebih mengetahui keadaan mereka.' Orang yang menguasai urusan mereka berkata: 'Kita akan membuat masjid di atas mereka.'" (Al-Kahfi: 24)

Ayat 24 menyoroti motivasi yang berbeda. Sebagian membangun karena ingin mengagungkan para pemuda tersebut, sementara yang lain tetap menekankan bahwa hanya Allah yang benar-benar mengetahui keadaan mereka yang sebenarnya. Sikap ini mengajarkan kita untuk tidak terburu-buru dalam memberikan penghakiman atau membangun monumen tanpa landasan pemahaman yang utuh terhadap kehendak Ilahi.

"Ada pula yang mengatakan: '(Jumlah mereka) tiga orang dan yang keempat adalah anjingnya', dan (yang lain mengatakan): 'Lima orang dan yang keenam adalah anjingnya', sambil menebak-nebak hal yang gaib; dan (yang lain lagi mengatakan): 'Tujuh orang dan yang kedelapan adalah anjingnya.' Katakanlah: 'Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada yang mengetahui jumlah mereka kecuali sedikit.' Maka janganlah kamu memperselisihkan tentang mereka kecuali perselisihan lahiriah saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka kepada seorang pun dari orang-orang (Ahlul Kitab) itu." (Al-Kahfi: 25)

Ayat 25 adalah klimaks dari perdebatan internal dan eksternal mengenai jumlah pasti para pemuda tersebut. Terdapat berbagai spekulasi (tiga, lima, atau tujuh orang), ditambah dengan keberadaan anjing mereka. Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menegaskan bahwa hanya Allah yang mengetahui jumlah pastinya, dan pengetahuan manusia hanya terbatas pada apa yang tampak secara lahiriah. Ini adalah peringatan keras terhadap mendalami hal-hal yang gaib tanpa petunjuk yang jelas.

Pelajaran Penting dari Ayat-ayat Ini

Kisah Ashabul Kahfi, khususnya dari ayat 21 hingga 25, memberikan beberapa pelajaran fundamental. Pertama, kisah ini adalah bukti nyata kekuatan Allah dalam mengubah takdir, melindungi hamba-Nya yang beriman, dan membangkitkan mereka kembali setelah jeda waktu yang sangat panjang. Kedua, ia mengajarkan tentang bahaya perdebatan yang tidak berdasar mengenai hal-hal yang berada di luar jangkauan nalar manusia (hal gaib). Keimanan sejati memerlukan penyerahan diri pada kehendak dan pengetahuan Allah.

Ketika manusia dihadapkan pada misteri, reaksi mereka berbeda-beda: ada yang ingin mengabadikannya (membangun bangunan), ada yang ingin menghakimi (menebak jumlah), dan ada yang memilih untuk diam dan berserah diri. Kisah ini menegaskan bahwa ketenangan dan kebenaran sejati hanya ditemukan dalam kepasrahan total kepada Sang Pencipta.

🏠 Homepage