Gambar ilustratif mengenai Ashabul Kahfi (Penghuni Gua).
(Ada pula yang mengatakan) jumlah mereka tiga orang, yang keempat adalah anjingnya; dan (ada yang mengatakan) lima orang, yang keenam adalah anjingnya; semua itu hanya dugaan terhadap yang gaib; dan (ada pula yang mengatakan) tujuh orang, dan yang kedelapan adalah anjingnya. Katakanlah (Muhammad): "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali segelintir orang." Maka janganlah kamu (Muhammad) berbantah tentang jumlah mereka kecuali bantahan yang lahiriah dan jangan kamu menanyakan tentang perihal mereka (Ashabul Kahfi) kepada seorang pun dari mereka.
Ayat 22 dari Surat Al-Kahfi ini merupakan kelanjutan dari narasi mengenai Ashabul Kahfi (Para Pemuda Pemilik Gua), kisah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai ujian keimanan dan ketabahan. Ayat sebelumnya telah menceritakan bagaimana para pemuda tersebut tertidur lelap di dalam gua selama ratusan tahun. Ketika mereka terbangun, mereka menyadari bahwa zaman telah berganti dan mereka harus berhati-hati dalam berinteraksi dengan masyarakat baru.
Ayat 22 secara spesifik membahas perbedaan pandangan ekstrem di kalangan masyarakat mengenai jumlah pasti para pemuda yang tertidur tersebut. Perbedaan pendapat ini menunjukkan betapa samar dan tidak terungkapnya fakta sejati mengenai peristiwa ajaib itu bagi orang-orang di luar mereka. Allah SWT memberitahukan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa akan ada tiga dugaan utama yang muncul di tengah masyarakat:
Perlu dicatat bahwa semua dugaan tersebut—tiga, lima, atau tujuh—bersama dengan penyertaan anjing mereka, digolongkan oleh Allah SWT sebagai "rajmam bil-ghayb", yaitu melempar dugaan ke arah yang tidak terlihat atau spekulasi tanpa dasar pengetahuan yang pasti. Hal ini menekankan bahwa kebenaran mutlak hanya ada pada sumbernya.
Puncak dari ayat ini adalah perintah tegas dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengembalikan permasalahan jumlah tersebut kepada Allah SWT sendiri. Frasa "Qul irjiʿū ʿilmuhu ʿinda rabbī" (Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka") adalah penegasan tauhid dalam ranah ilmu pengetahuan. Tidak ada manusia, bahkan seorang Nabi sekalipun, yang memiliki otoritas penuh atas hal-hal yang gaib kecuali melalui wahyu.
Ayat ini juga menyebutkan: "lā yaʿlamuhum illā qalīl" (tidak ada yang mengetahui mereka kecuali segelintir orang). Meskipun konteks "segelintir orang" ini sering ditafsirkan sebagai orang-orang yang diberi pengetahuan khusus oleh Allah (mungkin termasuk Nabi Muhammad SAW setelah menerima wahyu ini), tujuannya adalah untuk membatasi spekulasi umum.
Setelah menetapkan bahwa ilmu sejati ada pada Allah, ayat ini memberikan panduan etika interaksi sosial dan keilmuan: "Falā tumāri fīhim illā mirāʾan ẓāhiran" (Maka janganlah kamu berbantah tentang jumlah mereka kecuali bantahan yang lahiriah).
"Bantahan yang lahiriah" (mirāʾan ẓāhiran) diartikan oleh para ulama sebagai perdebatan ringan, diskusi tanpa emosi, atau sekadar menyampaikan informasi yang didapatkan dari wahyu, bukan perdebatan sengit yang didasari oleh hawa nafsu atau keinginan untuk membuktikan superioritas pandangan pribadi. Jika tujuan perdebatan bukan untuk mencari kebenaran hakiki (yang hanya dimiliki Allah) melainkan hanya untuk sekadar membuka wacana atau menyampaikan wahyu, maka hal itu diperbolehkan.
Larangan kedua adalah: "walā tastafti fīhim minhum aḥadan" (dan jangan kamu menanyakan tentang perihal mereka kepada seorang pun dari mereka). Ini merujuk pada upaya meminta keterangan detail kepada orang-orang awam yang mungkin berspekulasi liar mengenai kisah tersebut. Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk tidak membuang waktu dan energi untuk mengkonfirmasi detail yang tidak esensial kepada sumber yang tidak dapat dipercaya. Fokus utama harus selalu pada pesan moral dan hikmah yang terkandung dalam kisah tersebut, bukan pada trivia historis yang diselimuti keraguan.
Dengan demikian, Surat Al-Kahfi ayat 22 mengajarkan kerendahan hati intelektual, mendorong umat untuk berpegang teguh pada wahyu, dan menjauhi perdebatan sia-sia mengenai hal-hal yang berada di luar jangkauan pengetahuan manusia yang terbatas.