Ilustrasi konseptual gua Ashabul Kahfi.
Bagian dari Surat Al-Kahfi ini melanjutkan narasi dramatis mengenai Ashabul Kahfi (Para Pemuda Ashab al-Kahf), sekelompok pemuda beriman yang memilih menyelamatkan akidah mereka dari tirani raja zalim. Setelah tertidur selama ratusan tahun di dalam gua, Allah SWT membangunkan mereka kembali. Ayat 51 hingga 60 menandai babak baru dalam kisah mereka: kebangkitan dan dialog mereka mengenai realitas waktu dan kebangkitan.
Ayat-ayat ini memiliki kedalaman spiritual yang luar biasa, mengingatkan kita akan kekuasaan mutlak Allah atas waktu dan kematian. Ini adalah pengingat kuat bahwa apa yang tampak mustahil bagi manusia, adalah mudah bagi Sang Pencipta.
Berikut adalah kutipan ayat-ayat penting dari Surat Al-Kahfi, beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia:
Terjemahan: (Allah) berfirman, "Sudah berapa lama kamu di sini?" Mereka menjawab, "Kami telah berdiam (di sini) sehari atau setengah hari." Mereka berkata, "Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada di sini. Maka utuslah salah seorang dari kamu dengan membawa uang perakmu ini ke kota, dan hendaklah ia memilih makanan yang paling baik, lalu bawakanlah untukmu sebagian daripadanya, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan hal ihwalmu kepada seorang pun."
Terjemahan: "Sesungguhnya jika mereka mengetahui (keadaan) kamu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau mengembalikan kamu kepada agama mereka, dan kamu sekali-kali tidak akan beruntung selama-lamanya."
Terjemahan: Dan demikian (pula) Kami perlihatkan (manusia) atas mereka, agar mereka (manusia) mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa hari berbangkit itu tidak ada keraguan padanya; ketika orang-orang itu berselisih paham tentang urusan mereka, sebagian berkata, "Dirikanlah suatu bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui keadaan mereka." Berkatalah orang-orang yang menguasai urusan mereka, "Pasti akan kami buat rumah ibadah di atas (gua) mereka."
Terjemahan: Mereka akan berkata, "(Jumlah mereka) tiga, yang keempat adalah anjingnya," dan (yang lain) berkata, "(Jumlah mereka) lima, yang keenam adalah anjingnya," sebagai dugaan terhadap barang yang gaib; dan yang lain (berkata), "(Jumlah mereka) tujuh, dan yang kedelapan adalah anjingnya." Katakanlah, "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali segelintir orang." Maka janganlah kamu (Muhammad) membantah tentang (jumlah) mereka kecuali bantahan yang jelas (sebagaimana disebutkan dalam wahyu) dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (كفار) kepada siapa pun di antara mereka.
Terjemahan: Dan janganlah kamu menanyakan tentang mereka (orang-orang kafir) kepada siapa pun di antara mereka.
Terjemahan Ayat 57-59 (Ringkasan): Dan sungguh, Kami telah mengulang-ulang dalam Al-Qur'an ini bermacam-macam perumpamaan bagi manusia. Tetapi manusia adalah makhluk yang paling banyak berbantah. (Ayat 58, konteks penolakan iman) Dan tidak ada (halangan) bagi manusia untuk beriman ketika petunjuk itu datang kepada mereka dan (ketika) mereka memohon ampunan kepada Tuhan mereka, kecuali jika mereka (ingin) datangnya kepada mereka ketentuan yang berlaku bagi orang-orang dahulu, atau datangnya azab secara langsung kepada mereka.
Ketika para pemuda Ashabul Kahfi bangun, mereka ragu mengenai berapa lama mereka tertidur. Jawaban mereka, "sehari atau setengah hari," menunjukkan betapa singkatnya waktu di mata mereka dibandingkan dengan realitas di luar gua. Allah SWT melalui kisah ini membuktikan bahwa kekuasaan-Nya melampaui batas pemahaman manusia tentang waktu. Penemuan mereka oleh penduduk kota, yang kini telah menganut agama tauhid setelah sekian lama, menjadi bukti nyata atas janji Allah tentang Hari Kebangkitan.
Ketika kisah mereka terungkap, manusia mulai berdebat mengenai jumlah pasti mereka. Ada yang mengatakan tiga, lima, tujuh, dengan anjing mereka sebagai pendamping yang setia. Ayat 54 menegaskan bahwa perdebatan ini adalah "dugaan terhadap hal yang gaib" (rajman bil-ghaib). Pesan utama di sini adalah fokus pada hikmah daripada detail yang tidak esensial. Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyerahkan pengetahuan jumlah pasti kepada Allah SWT, karena ini bukan inti dari pelajaran moral dan keimanan kisah tersebut.
Perintah kepada salah satu pemuda untuk pergi ke kota sangatlah rinci: membawa perak lama, mencari makanan terbaik, bersikap lembut, dan yang terpenting, merahasiakan keberadaan mereka. Hal ini menunjukkan pentingnya strategi dan kehati-hatian saat berhadapan dengan masyarakat yang mungkin bermusuhan. Mereka harus melindungi diri dan misi mereka dari gangguan orang-orang yang mungkin ingin mengembalikan mereka pada kekufuran atau bahkan menyakiti mereka.
Ayat 57 secara tegas menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang paling banyak berbantah (aktharu syai'in jadala). Meskipun Al-Qur'an telah menyajikan perumpamaan dan petunjuk yang jelas mengenai kebenaran iman, banyak yang memilih untuk berdebat dan menolak. Mereka menanti azab sebagai satu-satunya cara mereka mau tunduk, sebuah sikap yang sangat disayangkan.
Surat Al-Kahfi, khususnya ayat 51-60, memberikan pencerahan tentang kuasa ilahi atas waktu, pentingnya menjaga akidah dalam kondisi apapun, serta peringatan terhadap kecenderungan manusia untuk memperdebatkan hal-hal yang telah dijelaskan secara gamblang oleh wahyu.