Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat yang sangat dianjurkan untuk dibaca, terutama pada hari Jumat. Di dalamnya terkandung empat kisah besar yang mengandung pelajaran hidup yang mendalam. Salah satu bagian paling menarik dan penuh misteri adalah kisah pertemuan antara Nabi Musa 'alaihissalam dengan seorang hamba Allah yang saleh, yang kemudian dikenal sebagai Khidir. Fokus utama kita hari ini adalah menelaah dua ayat penting yang menjadi titik balik dalam kisah ini, yaitu Surat Al-Kahfi ayat 60 dan 61.
Ilustrasi perjalanan dan pertemuan dua tokoh penting.
Teks Surat Al-Kahfi Ayat 60 dan 61
Ayat-ayat ini adalah momen krusial di mana Nabi Musa menyadari bahwa ia harus bersabar dan tunduk pada ilmu yang dimiliki oleh Khidir. Ayat 60 menjelaskan batas waktu dan tujuan perjalanan mereka.
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰٓ أَبْلُغَ مَجْمَعَ بَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum aku sampai ke tempat bertemunya dua lautan atau aku berjalan beberapa lama terus menerus." (QS. Al-Kahfi: 60)
Ayat 61 kemudian melanjutkan dialog, menunjukkan kesiapan Nabi Musa untuk melanjutkan perjalanan, meskipun ia lupa akan bekalnya (yang kemudian menjadi sarana Allah menunjukkan Khidir).
فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا
Maka tatkala mereka sampai di tempat pertemuan keduanya, hambalah (ikan) mereka, lalu ikan itu melompat ke laut dan menghilang. (QS. Al-Kahfi: 61)
Pelajaran Mengenai Batas Ilmu dan Kesabaran
Kisah Musa dan Khidir adalah pelajaran utama tentang keterbatasan ilmu manusia, bahkan seorang nabi sekalipun. Nabi Musa, seorang pembawa syariat yang agung, datang mencari ilmu dari Khidir yang diberikan langsung oleh Allah, sebuah ilmu yang bersifat hikmah (kebijaksanaan batin) yang tidak dapat dicapai hanya melalui pembelajaran syariat lahiriah.
1. Ketekunan dalam Mencari Kebenaran
Ayat 60 menunjukkan keteguhan hati Nabi Musa. Ia menetapkan target yang jelas: mencapai "tempat bertemunya dua lautan" atau setidaknya berjuang terus selama "beberapa lama" (huguqban). Ini mengajarkan kita bahwa dalam mencari ilmu agama, kebenaran, atau mendekatkan diri kepada Allah, diperlukan ketetapan hati dan usaha yang gigih, bahkan melebihi batas kenyamanan normal.
2. Pentingnya Kehadiran dan Rasa Lupa
Ayat 61 menyoroti momen kelupaan yang justru menjadi pertanda kunci. Ketika ikan yang mereka bawa sebagai penanda atau bekal hilang, ini bukanlah sekadar kecelakaan. Kelupaan Nabi Musa dan muridnya (Yusa' bin Nun) berfungsi sebagai mekanisme Ilahi untuk menunjukkan bahwa mereka telah tiba di lokasi yang dituju oleh Allah.
Dalam konteks spiritual, kelupaan ini bisa diartikan sebagai peringatan bahwa terkadang, ketika kita terlalu fokus pada tujuan fisik (seperti bekal), kita lupa pada tanda-tanda spiritual yang sedang Allah hadirkan di sekitar kita. Tanda itu muncul ketika kita benar-benar memerlukan petunjuk, seringkali melalui cara yang tidak kita duga.
Signifikansi "Majma'ul Bahrayn" (Tempat Bertemunya Dua Lautan)
Para ulama menafsirkan "dua lautan" ini dengan berbagai cara. Ada yang berpendapat itu adalah pertemuan antara dua jenis air yang berbeda (seperti air tawar dan air asin), yang secara fisik mungkin merujuk pada lokasi geografis tertentu. Namun, makna yang lebih dalam seringkali merujuk pada pertemuan dua jenis ilmu:
- Ilmu yang dibawa oleh Musa (Syariat/Hukum yang tampak).
- Ilmu yang dimiliki oleh Khidir (Hakikat/Hikmah yang tersembunyi).
Pertemuan ini melambangkan bahwa puncak pemahaman spiritual seringkali dicapai ketika ilmu lahiriah bertemu dan berinteraksi dengan pemahaman batiniah yang mendalam. Kedua ilmu ini tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi, sebagaimana air tawar dan air asin yang menyatu di satu titik pertemuan.
Kisah ini menginspirasi umat Islam untuk senantiasa haus akan ilmu, tidak pernah merasa cukup dengan pengetahuan yang dimiliki, dan selalu siap menanggalkan ego demi mendapatkan hikmah dari sumber mana pun, asalkan sumber tersebut diridai Allah. Ayat 60 dan 61 menjadi gerbang pembuka menuju pemahaman bahwa di balik setiap peristiwa yang tampak mustahil atau aneh, terdapat tujuan dan kebijaksanaan agung yang hanya akan terungkap seiring berjalannya waktu dan kesabaran.