Kisah pertemuan antara Nabi Musa AS dengan hamba Allah yang saleh, yang dikenal sebagai Khidir AS, adalah salah satu narasi paling mendalam dalam Al-Qur'an. Bagian ini, yang terdapat dalam Surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 83, mengajarkan kita tentang hikmah di balik peristiwa yang tampak buruk, pentingnya kesabaran, dan batasan pengetahuan manusia dibandingkan dengan ilmu Allah SWT.
Ayat-ayat pembuka bagian ini mengisahkan perjalanan panjang Nabi Musa AS bersama muridnya, Yusa' bin Nun. Tujuan mereka adalah bertemu dengan seorang hamba Allah yang memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh Musa. Ketika mereka tiba di tempat pertemuan yang dijanjikan, mereka merasa kelelahan. Di sinilah titik awal cobaan kesabaran.
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَىٰهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰٓ أَبْلُغَ مَجْمَعَ بَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
(60) Ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti berjalan sehingga aku sampai ke tempat dua buah lautan atau aku berjalan terus (selama) bertahun-tahun."
Perjalanan mereka diwarnai oleh kelupaan yang disengaja oleh Musa untuk memulai pelajaran. Ketika mereka tiba, mereka kehilangan ikan yang mereka bawa sebagai bekal. Ikan itu terlepas dan menuju laut, menjadi penanda lokasi pertemuan mereka di masa depan.
Ketika mereka bertemu dengan Khidir, Musa meminta izin untuk mengikutinya agar dapat belajar ilmu darinya. Khidir memberikan syarat yang tegas: Musa tidak boleh bertanya tentang tindakan yang dilakukan Khidir sebelum Khidir sendiri menjelaskannya. Namun, Musa gagal memegang janji ini setelah peristiwa pertama.
قَالَ أَهَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ ۖ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
(71) Berkatalah (Khidir): "Inikah perpisahan antara aku dan kamu, aku akan memberitahukan kepadamu tujuan dari apa yang kamu tidak dapat bersabar terhadapnya."
Khidir melubangi kapal yang mereka tumpangi, sebuah tindakan yang langsung memicu protes dari Musa. Musa menganggap tindakan itu merusak harta orang lain tanpa alasan yang jelas. Khidir mengingatkannya tentang janji kesabaran mereka. Kerusakan kapal itu ternyata adalah cara untuk menyelamatkan kapal tersebut dari perampas yang akan mengambil kapal yang baik.
Peristiwa kedua terjadi ketika mereka menemukan seorang anak laki-laki. Tanpa basa-basi, Khidir membunuh anak tersebut. Ini adalah tindakan yang jauh lebih mengguncang kesabaran Musa, karena membunuh jiwa tanpa hak adalah dosa besar dalam pandangan syariat Musa.
وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا
(74) Adapun anak itu, kedua orang tuanya adalah orang-orang yang beriman, dan kami khawatir bahwa (kedurhakaannya) akan membebankan kedua orang tuanya melampaui batas dalam kedurhakaan dan kekafiran.
Musa menegur dengan keras, menyatakan bahwa ia telah melampaui batas dalam perbuatannya. Khidir menjelaskan bahwa anak tersebut ditakdirkan untuk menjadi sumber kesesatan bagi orang tuanya yang beriman, dan Allah menggantinya dengan anak lain yang lebih baik dalam ketaatan dan kasih sayang.
Perjalanan mereka berlanjut hingga mereka tiba di sebuah desa. Mereka meminta makanan tetapi ditolak. Di sana, mereka melihat dinding yang hampir roboh. Khidir kemudian memperbaiki dinding itu dengan tangannya sendiri tanpa meminta imbalan. Musa, yang sudah mulai lelah dengan perbuatan misterius Khidir, kembali berkomentar.
قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ ۚ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
(78) Khidir berkata: "Inilah perpisahan antara aku dan kamu, aku akan memberitahukan kepadamu tujuan dari apa yang kamu tidak dapat bersabar terhadapnya."
Pada momen perpisahan ini, Khidir menjelaskan semua perbuatannya:
Kisah dalam Surat Al-Kahfi ayat 60 hingga 83 ini mengajarkan beberapa pilar utama dalam kehidupan beriman:
Pada akhirnya, Musa menyadari kekurangannya dan memohon agar diizinkan untuk terus mendampingi Khidir. Meskipun Khidir tidak mengizinkannya, pertemuan tersebut telah menjadi pelajaran abadi tentang kerendahan hati dan keagungan ilmu Allah SWT.