Ilustrasi simbol perjalanan dan pengembangan kekuasaan.
Surat Al-Kahfi, yang berarti "Gua," adalah salah satu surat penting dalam Al-Qur'an yang penuh dengan pelajaran moral dan spiritual. Di dalamnya terdapat empat kisah utama yang berfungsi sebagai peringatan dan panduan bagi umat Islam dalam menghadapi cobaan dunia. Salah satu ayat kunci yang merangkum salah satu tema sentral kisah-kisah tersebut adalah **Surat Al-Kahfi ayat 84**.
Ayat ini secara spesifik berkaitan dengan kisah Dzulkarnain, seorang penguasa yang dianugerahi kekuatan oleh Allah SWT untuk menjelajahi bumi dan menegakkan kebenaran. Ayat ini memberikan gambaran tentang bagaimana seorang pemimpin sejati harus memandang kekuasaan dan pencapaian duniawi.
وَاَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنٰى ۖ وَسَنَقُولُ لَهُمْ مِّنْ اَمْرِنَا يُسْرًاۗ
"Adapun orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya adalah balasan yang terbaik (surga), dan Kami akan menampakkan kepadanya kemudahan-kemudahan dalam urusan kami."
Ayat 84 ini merupakan puncak dari jawaban Dzulkarnain terhadap pertanyaan kaum yang ia temui di wilayah barat, yang meminta bantuannya untuk membangun penghalang dari Ya’juj dan Ma’juj. Dzulkarnain menolak imbalan materi dari mereka, sebagaimana ditegaskan dalam ayat sebelumnya (Ayat 82).
Dalam penolakannya, Dzulkarnain menunjukkan prinsip manajemen dan spiritualitas yang sangat tinggi. Ia mengingatkan kaum tersebut bahwa kekuasaan dan kekayaan yang ia miliki adalah anugerah dan amanah dari Allah. Oleh karena itu, ia tidak membutuhkan upah dari mereka. Ayat 84 ini kemudian membagi manusia menjadi dua kategori berdasarkan respons mereka terhadap ajaran kebenaran yang dibawa oleh Dzulkarnain.
Ayat ini dengan tegas membedakan antara dua kelompok utama berdasarkan sikap mereka terhadap keimanan dan amal perbuatan:
Ini adalah kelompok yang menerima ajaran kebenaran, meyakini keesaan Allah (iman), dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata melalui perbuatan baik (amal saleh). Balasan yang dijanjikan bagi mereka sangatlah istimewa: "balasan yang terbaik (Al-Husna)", yaitu Surga Firdaus. Selain balasan akhirat, mereka juga dijanjikan kemudahan dalam urusan duniawi mereka: "Kami akan menampakkan kepadanya kemudahan-kemudahan dalam urusan kami."
Makna "kemudahan dalam urusan kami" ini luas. Ini bisa berarti Allah akan memudahkan urusan dakwah mereka, memudahkan mereka dalam menghadapi kesulitan hidup, atau bahwa segala rencana mereka yang didasari ketakwaan akan berjalan lancar, sesuai dengan kehendak ilahi. Mereka tidak perlu khawatir tentang kesulitan karena Allah sendiri yang akan mempermudah jalan mereka.
Meskipun ayat ini secara eksplisit hanya menyebutkan balasan bagi orang beriman, ia menyiratkan kontras. Kelompok yang menolak beriman atau beramal saleh, berdasarkan konteks ayat sebelumnya dan ajaran umum Islam, akan menghadapi konsekuensi yang berbeda, yaitu kesulitan dan balasan yang tidak sebaik Al-Husna.
Surat Al-Kahfi ayat 84 memberikan pelajaran fundamental bahwa nilai sejati seseorang diukur bukan dari harta, kekuasaan, atau pencapaian duniawi yang ia kumpulkan, melainkan dari kualitas imannya dan dampak positif amalannya. Kisah Dzulkarnain mengajarkan bahwa kepemimpinan yang efektif dan bermartabat adalah kepemimpinan yang melayani, bukan yang mencari keuntungan pribadi.
Di tengah dunia yang sering kali mengedepankan materialisme dan kesenangan sesaat (seperti ujian harta dan kekuasaan dalam kisah Ashabul Kahfi dan pemilik kebun), ayat ini menjadi penegasan bahwa investasi terbaik adalah investasi akhirat. Kemudahan yang dijanjikan Allah kepada orang yang beramal saleh adalah janji yang melampaui logika perhitungan manusia; itu adalah pertolongan ilahi yang membuat hal yang mustahil menjadi mungkin.
Memahami dan merenungkan ayat ini secara mendalam mendorong seorang Muslim untuk senantiasa menjaga integritas, memperbaiki niat dalam setiap tindakan, dan tidak mudah tergiur oleh janji-janji palsu duniawi, karena balasan terindah telah disiapkan bagi mereka yang teguh dalam keimanan dan konsisten dalam kebaikan.