Keagungan Kekuasaan Allah dan Perjalanan Manusia

Refleksi Mendalam Surat Al-Kahfi Ayat 84 hingga 110

Hikmah Ilustrasi Simbolik Perjalanan dan Hikmah Ilmu

Simbol perjalanan spiritual dan cahaya petunjuk.

Pentingnya Kekuatan dan Keteguhan (Ayat 84-88)

Bagian penutup dari kisah Ashabul Kahfi dalam Surat Al-Kahfi, yang dimulai dari ayat 84, memberikan penekanan kuat pada anugerah dan keluasan kekuasaan Allah SWT. Allah menganugerahkan kepada Dzulkarnain (pemilik dua tanduk, sosok penguasa besar yang adil) kekuatan dan sarana yang luar biasa untuk menjelajahi bumi. Ini bukan sekadar kisah kepahlawanan, melainkan pelajaran bahwa kekuatan sejati datang dari bimbingan ilahi.

Ayat 85-86 menceritakan bagaimana Dzulkarnain melakukan perjalanan hingga mencapai batas barat (matahari terbenam) dan batas timur (matahari terbit). Di kedua titik ekstrem tersebut, ia menemukan kaum yang lemah dan dihadapkan pada pilihan sulit—apakah menghukum atau berbuat baik kepada mereka. Pilihan yang diambil Dzulkarnain sangat mencerminkan prinsip keadilan Islam: "Adapun orang yang zalim, maka kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan akan mengazabnya dengan siksa yang keras." Sementara itu, bagi yang beriman dan beramal saleh, ia memberikan balasan terbaik. Ini mengajarkan bahwa kekuasaan harus digunakan untuk menegakkan keadilan dan membalas kebaikan.

Perintah untuk Bersikap Moderat dan Konsisten (Ayat 89-94)

Perjalanan Dzulkarnain berlanjut, membawanya bertemu dengan kaum yang meminta perlindungan darinya karena teror dari kaum Gog dan Magog (Yajuj dan Majuj). Kaum ini meminta Dzulkarnain membangun penghalang. Permintaan mereka menunjukkan betapa besar kerusakan yang ditimbulkan oleh kaum perusak tersebut.

Dzulkarnain menolak meminta bayaran atas jasanya, menegaskan bahwa imbalan yang ia cari hanyalah dari Allah SWT. Beliau berkata: "Aku tidak meminta upah sepeser pun darimu atas ajakan ini; upahku hanyalah dari Allah." (QS. Al-Kahfi: 95).

Respons ini adalah teladan utama bagi para pemimpin dan da'i: integritas harus dijaga, dan amal ibadah tidak boleh dinodai oleh motif duniawi. Setelah itu, ia membangun penghalang dari besi dan tembaga yang sangat kuat (Ayat 96).

Peringatan Kiamat dan Kehancuran Kaum Perusak (Ayat 97-99)

Setelah selesai membangun tembok penghalang, Dzulkarnain menyatakan bahwa saat kehancuran tembok itu tiba adalah janji Tuhannya. Ayat 98 menegaskan: "Ini adalah rahmat dari Tuhanku, tetapi apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya rata dengan tanah; dan janji Tuhanku itu adalah benar." Ini adalah pengingat universal bahwa segala kekuatan buatan manusia, sekokoh apa pun, akan hancur ketika hari yang dijanjikan (Kiamat) tiba.

وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا

(Dan ingatlah) hari ketika Kami perjalankan gunung-gunung (dari tempatnya) dan kamu akan melihat bumi rata dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia) dan Kami tidak meninggalkan seorang pun dari mereka.

(QS. Al-Kahfi: 107)

Puncak Kesimpulan: Balasan Bagi Orang Beriman (Ayat 100-110)

Ayat-ayat terakhir Surat Al-Kahfi (100-110) berfungsi sebagai penutup yang menyentuh inti ajaran tauhid dan konsekuensi akhir dari amal perbuatan manusia. Allah menggambarkan kondisi orang-orang yang memilih dunia (menjadikan ayat-ayat-Nya sebagai mainan) dan balasan bagi mereka yang beriman.

Orang-orang kafir yang mendustakan hari akhir akan ditempatkan di neraka Jahanam sebagai tempat tinggal mereka yang abadi (Ayat 102). Kontrasnya, orang-orang yang beriman dan beramal saleh dijanjikan surga firdaus (Ayat 107).

Keabadian Surga dan Keterbatasan Ucapan Manusia

Firdaus digambarkan sebagai tempat peristirahatan abadi di mana mereka tidak akan pernah ingin berpindah. Ini menunjukkan puncak kenikmatan tertinggi: kebahagiaan yang sempurna dan tanpa batas.

Penutup surat ini sangat monumental (Ayat 109 & 110). Allah mengingatkan bahwa seandainya lautan menjadi tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Tuhan, niscaya akan habis lautan itu sebelum kalimat Tuhan habis tertulis, meskipun ditambahkan lautan lain sebagai tambahannya. Ini adalah penegasan mutlak mengenai keagungan dan keluasan ilmu serta kekuasaan Allah.

Ayat terakhir (110) menjadi kalimat penutup yang wajib direnungkan oleh setiap Muslim: "Katakanlah: Sesungguhnya Aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, biarlah ia mengerjakan amal saleh dan jangan ia mempersekutukan seorang pun dalam ibadah kepada Tuhannya."

Inti ajaran Al-Kahfi 84-110 adalah keseimbangan: menggunakan kekuatan untuk keadilan, menjauhi pamrih duniawi, berpegang teguh pada janji akhirat, dan mengakhiri segalanya dengan penegasan tauhid yang murni.

🏠 Homepage