Ilustrasi visual tentang penghalang yang disebutkan dalam ayat.
Surat Al-Kahfi, yang berarti "Gua", merupakan salah satu surat istimewa dalam Al-Qur'an yang kaya akan pelajaran moral, spiritual, dan peringatan. Di antara ayat-ayatnya yang termasyhur, perhatikanlah keutamaan dan pesan yang terkandung dalam ayat ke-93 dan ke-94. Ayat-ayat ini secara spesifik menceritakan tentang perjuangan Nabi Musa bersama Dzulkarnain dalam menghadapi kaum yang sangat sulit diajak menuju kebenaran, yaitu kaum Ya'juj dan Ma'juj.
Teks dan Terjemahan Ayat 93 dan 94
Ayat 93 dan 94 memberikan gambaran konkret tentang tantangan yang dihadapi oleh mereka yang berusaha menegakkan keadilan dan menyebarkan tauhid, yaitu adanya penghalang fisik dan mental yang diciptakan oleh orang-orang yang menolak kebaikan.
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ ٱلسَّدَّيْنِ وَجَدَ مِن دُونِهِمَا قَوْمًا لَّا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا
(Dzulkarnain melanjutkan perjalanannya) hingga ketika ia sampai di antara dua gunung, ia mendapati di celah keduanya suatu kaum yang hampir tidak memahami perkataan.
قَالُوا۟ يَٰذَا ٱلْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ فِى ٱلْأَرْضِ هَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰٓ أَن تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا
Mereka berkata: "Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu (orang-orang) yang membuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami memberikan kepadamu imbalan (upeti) agar kamu membuat dinding penghalang antara kami dan mereka?"
Konteks Historis dan Pelajaran Filosofis
Kisah Dzulkarnain dalam Surat Al-Kahfi adalah narasi tentang seorang penguasa yang diberi kekuasaan besar oleh Allah SWT untuk menjelajahi penjuru bumi. Salah satu misinya yang penting adalah menghadapi komunitas yang berada di antara dua pegunungan, yang mana komunitas tersebut berada di bawah ancaman konstan dari kaum Ya'juj dan Ma'juj.
Ayat 93 menyoroti kondisi spiritual kaum tersebut. Frasa "hampir tidak memahami perkataan" (لَّا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا) sering diinterpretasikan bukan hanya dalam konteks bahasa, tetapi juga dalam konteks pemahaman spiritual dan moral. Mereka mungkin berbicara, tetapi pesan kebenaran, keadilan, atau ajaran yang benar tidak mampu menembus hati dan pikiran mereka karena ketidakmauan atau ketidakmampuan mereka untuk menerima. Ini adalah cerminan dari hati yang tertutup terhadap seruan ilahi.
Menghadapi Penghalang Material dan Spiritual
Poin krusial dari ayat 94 adalah respons kaum tersebut. Ancaman nyata dari Ya'juj dan Ma'juj begitu besar sehingga mereka rela menukar sumber daya mereka (imbalan/upeti) demi mendapatkan keamanan. Mereka meminta Dzulkarnain untuk membangun penghalang (saddan) antara mereka dan perusak tersebut.
Permintaan ini mengajarkan kita bahwa manusia secara naluriah mencari solusi ketika dihadapkan pada bahaya yang tak terhindarkan. Namun, metode yang mereka tawarkan—menggunakan harta benda sebagai alat tawar-menawar—menunjukkan fokus mereka yang materialistik. Mereka ingin membeli keselamatan.
Dzulkarnain, sebagai representasi pemimpin yang saleh, menolak imbalan materi. Dalam responnya yang terdapat pada ayat-ayat berikutnya (yang tidak tercantum di sini, namun menjadi kelanjutan logis), ia menekankan bahwa kekuatan sejati untuk membangun penghalang yang kokoh datang dari anugerah dan pertolongan Allah SWT, bukan dari upeti manusia. Ini adalah pelajaran penting: masalah besar memerlukan solusi yang dibangun di atas landasan tauhid dan keikhlasan, bukan hanya modal finansial semata.
Ayat-ayat 93 dan 94 Surat Al-Kahfi mengingatkan kita bahwa di dunia ini selalu ada faktor-faktor penghalang kemajuan kebaikan. Bisa jadi itu adalah kebodohan kolektif (seperti yang digambarkan pada ayat 93), atau bisa jadi itu adalah bahaya nyata yang menuntut upaya kolektif untuk membentengi diri. Kunci keberhasilan terletak pada niat yang murni dan bersandar penuh kepada kekuatan Ilahi saat menghadapi tantangan tersebut. Memahami ayat ini membantu umat Islam menimbang prioritas: mencari solusi berdasarkan kekuatan material semata atau mencari pertolongan dari Sumber segala kekuatan.