Ilustrasi dinding pelindung dan cahaya kebenaran.
Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat yang penuh dengan pelajaran moral, kisah teladan, dan penegasan tauhid. Di antara ayat-ayatnya yang menyimpan hikmah mendalam, terdapat rentetan ayat 95 hingga 97 yang menceritakan kelanjutan dialog antara Nabi Dzulkarnain dengan kaum yang meminta bantuannya untuk membangun penghalang dari Ya’juj dan Ma’juj. Ayat-ayat ini memberikan pemahaman penting mengenai hakikat kekuatan, kekuasaan Allah, dan urgensi syukur.
Ayat 95 menjadi titik balik penting dalam kisah Dzulkarnain. Setelah menyelesaikan pembangunan tembok yang sangat kokoh—sebuah pencapaian teknologi dan kekuatan yang luar biasa pada masanya—respon beliau bukanlah kesombongan atau klaim atas kemampuannya sendiri. Sebaliknya, ia segera mengembalikan segala pujian kepada Allah SWT.
Kalimat "Ini adalah rahmat dari Tuhanku" mengajarkan kita bahwa setiap kekuatan, harta, ilmu, atau pencapaian yang kita miliki, meskipun hasilnya tampak nyata dan kokoh seperti tembok itu, sejatinya hanyalah anugerah dan rahmat yang dipinjamkan oleh Allah. Ini adalah pelajaran fundamental bagi setiap pemimpin, ilmuwan, atau individu yang sukses: jangan pernah merasa bahwa keberhasilan adalah murni hasil jerih payah diri sendiri tanpa melibatkan syukur kepada Sang Pemberi segalanya.
Namun, kerendahan hati Dzulkarnain tidak berhenti pada pengakuan rahmat. Beliau melanjutkan dengan peringatan keras: "Namun apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan meratakannya dan janji Tuhanku itu adalah benar."
Janji Tuhan di sini memiliki dua makna utama yang saling berkaitan. Pertama, tembok tersebut akan diratakan ketika waktunya telah tiba, menandakan bahwa segala konstruksi dan sistem buatan manusia, sehebat apapun, akan hancur ketika Hari Kiamat tiba. Tidak ada yang abadi kecuali kekuasaan Allah. Kedua, janji Allah tentang perhitungan akhir, pembalasan, dan Kebangkitan adalah mutlak benar. Ayat ini menempatkan kekuatan duniawi dalam perspektif akhirat. Tembok itu hanya solusi sementara bagi masalah duniawi (Ya'juj dan Ma'juj), tetapi tidak ada yang dapat menahan ketetapan ilahi pada hari kiamat.
Ayat 96 menjelaskan gambaran kiamat: "Dan Kami biarkan mereka pada hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain; dan ditiuplah sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka semua."
Setelah kehancuran dunia (ditandai dengan diratakannya tembok dan segala sesuatu), terjadi proses pengumpulan massal. Semua manusia, dari masa Adam hingga akhir zaman, akan dikumpulkan dalam satu tempat. Kata "bercampur aduk" (yamujuu) menggambarkan kekacauan, kebingungan, dan kebingungan luar biasa yang dialami manusia saat menyadari bahwa batas-batas sosial, kekuasaan, dan kekayaan mereka di dunia telah lenyap tak berarti.
Puncak dari penggambaran hari itu adalah pada ayat 97: "Dan Kami perlihatkan neraka Jahannam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan gamblang."
Bagi orang-orang kafir, ini adalah bukti nyata dan finalisasi dari konsekuensi pilihan hidup mereka. Melihat neraka secara 'gamblang' (sebagai 'ardhan' atau pandangan yang jelas dan terbuka) akan meningkatkan kepastian dan kepedihan azab mereka. Ayat ini berfungsi sebagai peringatan tegas bagi seluruh umat manusia, bahwa pengingkaran terhadap kebenaran akan berakhir pada pemandangan yang mengerikan tersebut.
Secara keseluruhan, ayat 95-97 Surat Al-Kahfi mengingatkan kita akan pentingnya kesadaran spiritual di tengah pencapaian duniawi. Kekuatan sejati berasal dari pengakuan rahmat Allah, dan yang terpenting bukanlah seberapa kuat tembok yang kita bangun, melainkan seberapa teguh iman kita dalam menghadapi janji-janji kebenaran Allah di hari perhitungan kelak.