Surat Al-Lahab, juga dikenal sebagai Surah Al-Masad, adalah salah satu surat terpendek dalam Al-Qur'an yang diturunkan di Mekkah. Surat ini memiliki konteks sejarah yang sangat spesifik, yaitu sebagai respons langsung terhadap permusuhan terbuka yang ditunjukkan oleh salah satu paman Nabi Muhammad SAW, Abu Lahab, dan istrinya.
Mari kita telaah secara mendalam kandungan dari dua ayat pembuka surat ini, yang langsung memberikan peringatan keras.
Ayat pertama ini dibuka dengan sebuah doa atau ancaman keras yang langsung diarahkan kepada Abu Lahab (yang nama aslinya adalah 'Abdul 'Uzza bin 'Abdul Muttalib). Abu Lahab adalah paman Nabi Muhammad SAW yang paling gigih menentang dakwah Islam.
Kata "Tabbat" (تَبَّتْ) secara harfiah berarti "celaka", "binasa", atau "rugi". Ini adalah kalimat sumpah yang menegaskan kejatuhan dan kegagalan total. Kata ini kemudian diperkuat dengan frasa "wa taba (وَتَبَّ)" di akhir ayat, yang menunjukkan bahwa kehancuran itu pasti terjadi pada dirinya secara total.
Fokus pada kedua tangan (melambangkan usaha dan perbuatan) menunjukkan bahwa segala upaya yang dilakukan Abu Lahab untuk menghalangi risalah Islam akan sia-sia dan kembali menghancurkan dirinya sendiri. Dalam konteks sejarah, Abu Lahab terkenal sering menggunakan kedua tangannya untuk melempari batu atau kotoran kepada Nabi saat berdakwah.
Ayat kedua ini menjelaskan aspek lain dari kehancuran yang menanti Abu Lahab: kekayaan dan usahanya di dunia tidak akan memberinya manfaat sedikit pun di akhirat. "Maaluhu" (مَالُهُ) merujuk pada kekayaan materiil yang dimilikinya, sementara "wama kasab" (وَمَا كَسَبَ) merujuk pada hasil jerih payah atau kedudukan yang ia peroleh.
Poin penting dari ayat ini adalah penolakan mutlak terhadap konsep bahwa status sosial atau kekayaan dapat menyelamatkan seseorang dari konsekuensi perbuatannya di hadapan Allah SWT. Abu Lahab adalah salah seorang bangsawan Quraisy yang kaya raya, namun kekayaan tersebut terbukti tidak berdaya ketika berhadapan dengan kebenaran ilahi.
Ayat ini memberikan pelajaran universal: Keselamatan di akhirat tidak bergantung pada warisan keturunan atau kekayaan duniawi, melainkan pada keimanan dan amal shaleh. Kemampuan untuk "mengumpulkan" kekayaan di dunia (kasab) tidak sama dengan kemampuan untuk "memanfaatkan" kekayaan tersebut untuk menyelamatkan diri dari azab.
Surat Al-Lahab menjadi salah satu mukjizat kenabian karena secara eksplisit menyebutkan nasib buruk bagi Abu Lahab, bahkan ketika ia masih hidup dan sangat kuat pengaruhnya di Mekkah. Ketika ayat ini turun, Abu Lahab dan istrinya (Ummu Jamil, yang dijuluki pembawa kayu bakar) justru semakin menjadi-jadi dalam permusuhannya.
Mereka berdua adalah simbol nyata dari penolakan terhadap petunjuk Allah demi mempertahankan status dan tradisi jahiliyah. Kenyataan bahwa Abu Lahab wafat dalam keadaan kafir menegaskan kebenaran ramalan yang disampaikan melalui Al-Qur'an.
Mempelajari Surat Al-Lahab ayat 1 dan 2 mengajarkan kita untuk berhati-hati terhadap kesombongan terhadap nikmat dunia. Ayat ini berfungsi sebagai pengingat abadi bahwa setiap individu akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihan ideologisnya. Usaha yang dilakukan harus selaras dengan keridhaan Ilahi, bukan semata-mata mengejar keuntungan duniawi yang fana.
Fokus pada "tangan yang binasa" dan "harta yang tidak berguna" adalah metafora kuat yang relevan hingga kini: sia-sia segala upaya, baik fisik maupun materi, jika didedikasikan untuk menentang kebenaran. Pemahaman mendalam atas kedua ayat pembuka ini membuka jalan untuk memahami sisa ayat dalam surat tersebut, yang membahas nasib buruk istrinya dan kesimpulan akhir dari ancaman tersebut.