Surat Al-Lahab, yang juga dikenal dengan nama Surat Masad, adalah salah satu surat terpendek dalam Al-Qur'an, terdiri dari lima ayat. Surat ini termasuk dalam golongan surat Makkiyah karena diturunkan di Mekkah sebelum Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah. Nama "Al-Lahab" sendiri berarti "Api yang Membakar" atau "Nyala Api," yang diambil dari ayat ketiga.
Pokok bahasan utama dari surat ini adalah ancaman dan peringatan keras yang ditujukan kepada Abu Lahab bin Abdul Muthalib, paman kandung Nabi Muhammad SAW, beserta istrinya. Abu Lahab dikenal sebagai salah satu musuh bebuyutan Nabi Muhammad SAW yang paling gigih dan vokal dalam menentang ajaran Islam. Bahkan, ia secara terbuka menolak dan menghina dakwah keponakannya.
Ayat pertama, "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan dia pun binasa," merupakan doa laknat yang langsung diturunkan Allah SWT sebagai respons atas sikap permusuhan Abu Lahab. Kata "Tabbat" mengisyaratkan kehancuran total, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya permusuhan yang ditunjukkan oleh Abu Lahab.
Ayat kedua menjelaskan bahwa harta benda dan segala upaya yang telah dikumpulkan Abu Lahab, yang selama hidupnya digunakan untuk menopang penentangannya terhadap Islam, sama sekali tidak bermanfaat di Hari Kiamat. Kekayaan dan pencapaian duniawi terputus seketika di hadapan pertanggungjawaban akhirat.
Puncak ancaman disampaikan pada ayat ketiga, di mana Allah SWT menegaskan bahwa Abu Lahab akan dimasukkan ke dalam neraka yang apinya menyala-nyala (Dzat Lahab). Gambaran api yang bergejolak ini menekankan betapa pedihnya siksa yang menantinya.
Tidak hanya Abu Lahab yang menerima ancaman, istrinya, Ummu Jamil, juga mendapatkan bagian hukuman yang setimpal. Surat ini menyoroti peran istri Abu Lahab sebagai "pembawa kayu bakar" (Ayat 4). Dalam konteks tafsir, ada dua pandangan mengenai makna "pembawa kayu bakar" ini. Pandangan pertama adalah ia benar-benar membawa duri atau kayu bakar untuk diletakkan di jalan yang akan dilalui Nabi Muhammad SAW agar beliau terluka. Pandangan kedua, yang lebih luas, adalah bahwa ia suka menyebarkan fitnah, mengadu domba, dan segala sesuatu yang dapat membakar kebencian dan permusuhan terhadap Nabi dan Islam.
Ayat terakhir, "Di lehernya ada tali dari sabut," menggambarkan penghinaan dan siksaan yang akan dialami Ummu Jamil di neraka. Tali sabut yang melilit lehernya menjadi simbol kehinaan abadi, kontras dengan status sosialnya yang mungkin cukup terpandang di Mekkah saat itu.
Surat Al-Lahab berfungsi sebagai peringatan tegas bagi siapa pun, termasuk kerabat dekat, yang memilih untuk menentang kebenaran agama Allah. Surat ini menegaskan bahwa garis keturunan atau kedekatan nasab tidak akan memberikan perlindungan sedikit pun jika seseorang memilih jalan kekafiran dan permusuhan terhadap dakwah tauhid.