Surat Al-Lail (Malam) merupakan salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang sarat makna, dimulai dengan sumpah-sumpah agung Allah SWT yang menunjukkan kekuasaan-Nya atas alam semesta. Ayat 1 hingga 11 secara khusus membahas tentang perbedaan jalan hidup manusia, yaitu jalan kemudahan dan jalan kesusahan, serta konsekuensi dari pilihan tersebut, terutama dalam konteks kedermawanan dan ketakwaan.
Pembukaan surat ini dengan sumpah menunjukkan betapa pentingnya tema yang akan dibahas. Allah bersumpah demi malam apabila telah menutupi (siang), demi siang apabila terang benderang, dan demi (ciptaan) yang menciptakan laki-laki dan perempuan. Sumpah-sumpah kosmik ini menjadi landasan bahwa tujuan hidup manusia—yaitu mencapai keridhaan Ilahi—akan ditentukan oleh amal perbuatan mereka di dunia.
Berikut adalah kutipan ringkas dari ayat-ayat tersebut, yang menggambarkan kontras antara dua orientasi hidup:
Ayat keempat adalah intisari dari sumpah-sumpah sebelumnya: usaha manusia tidak seragam. Ada yang berusaha menuju kebaikan (ketaatan) dan ada yang berusaha menuju keburukan (kemaksiatan). Perbedaan usaha ini akan menghasilkan konsekuensi yang berbeda pula.
Allah kemudian menjelaskan dua kategori utama dari usaha tersebut (ayat 5 hingga 10). Kategori pertama adalah mereka yang berinfak (membelanjakan hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, yang kemudian disebutkan dalam ayat-ayat berikut:
Bagi orang yang berinfak (yaitu menafkahkan harta bukan karena riya' tapi karena ketaqwaan), membenarkan janji Allah tentang pahala terbaik (Al-Husna), maka janji Allah yang manis adalah kemudahan. Kemudahan di sini mencakup kemudahan dalam menjalankan ketaatan di dunia dan kemudahan meraih surga di akhirat. Kedermawanan diiringi ketakwaan adalah kunci pembuka rahmat.
Sebaliknya, terdapat kelompok yang orientasinya terbalik, yaitu mereka yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak memerlukan pertolongan Tuhan atau pahala):
Sifat kikir dan merasa diri sudah kaya atau cukup adalah penyakit hati yang berbahaya. Seseorang yang kikir dan merasa tidak butuh pahala dari Allah, maka Allah akan mempermudah jalannya menuju kesukaran. Kesukaran ini bukan hanya kesulitan materi, tetapi kesukaran dalam menghadapi hisab (perhitungan) hari kiamat dan menuju neraka.
Ayat 1 hingga 11 Surat Al-Lail memberikan pelajaran mendasar tentang tanggung jawab individu. Kehidupan adalah ladang ujian, dan hasil panen kita bergantung pada benih yang kita tanam. Kunci untuk mendapatkan "jalan kemudahan" (Al-Yusra) adalah kombinasi antara amal nyata (infaq/kedermawanan) dan keyakinan teguh (taqwa dan tasdiq/membenarkan janji Allah).
Bahkan, jika orang yang kikir itu kemudian bersedekah hingga hartanya habis, itu tidak akan mengubah statusnya jika dasarnya adalah kesombongan dan pendustaan terhadap janji Allah. Justru, nilai sedekah terletak pada niat yang lurus mengharap keridhaan Ilahi. Oleh karena itu, renungan atas surat ini mendorong kita untuk selalu memeriksa niat di balik setiap tindakan, memastikan bahwa usaha kita diarahkan pada jalan yang dijanjikan Allah dengan kemudahan dan kebahagiaan abadi.