Menyelami Hikmah Surat Al-Lail Ayat 12
Surat Al-Lail, yang berarti "Malam", adalah salah satu surat pendek dalam Juz Amma yang sarat makna mendalam mengenai perbedaan cara pandang manusia dalam menjalani hidup, khususnya terkait dengan harta benda, ketakwaan, dan tujuan akhir pengabdian mereka kepada Allah SWT. Ayat demi ayat dalam surat ini memberikan kontras tajam antara dua tipe manusia: mereka yang dermawan dan bertakwa, serta mereka yang kikir dan durhaka.
Puncak pembahasan filosofis dan moral ini seringkali dirangkum dalam beberapa ayat terakhir. Kita akan memfokuskan perhatian pada **Surat Al-Lail Ayat 12**. Ayat ini berfungsi sebagai penutup argumentasi mengenai konsekuensi dari amal perbuatan duniawi yang dibawa manusia menuju akhirat.
Ayat 12, meskipun singkat, memuat janji dan kepastian ilahi yang fundamental. Kata kunci dalam ayat ini adalah "Inna ‘alaynā" (Sesungguhnya atas Kami) dan "lal-hudā" (benar-benar petunjuk). Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT telah mengambil tanggung jawab penuh untuk menjelaskan dan menunjukkan mana jalan yang lurus (petunjuk) dan mana jalan yang menyesatkan (kesesatan).
Allah tidak membiarkan manusia berada dalam kebingungan total mengenai bagaimana seharusnya mereka hidup dan beribadah. Sejak awal penciptaan, melalui para Nabi, kitab-kitab suci, dan juga fitrah (kecenderungan alami) yang ditanamkan dalam diri manusia, kejelasan mengenai mana yang hak dan mana yang batil sudah disediakan. Tugas Allah adalah menjelaskan (seperti disebutkan dalam konteks ayat sebelumnya, yaitu menjelaskan jalan kebahagiaan dan kesengsaraan).
Untuk memahami kedalaman ayat 12, kita perlu melihatnya dalam konteks Surat Al-Lail secara keseluruhan. Ayat-ayat sebelumnya (khususnya 7-11) membahas dua kategori manusia:
Setelah memaparkan akibat dari pilihan hidup mereka, Allah menutupnya dengan ayat 12 dan 13, menegaskan kembali fondasi dari semua pilihan tersebut: **Petunjuk sudah diberikan.** Pilihan untuk mengikuti petunjuk tersebut sepenuhnya ada pada kehendak dan usaha manusia. Allah tidak memaksa siapa pun masuk surga, tetapi Dia telah menjamin bahwa jalan menuju surga (Huda) itu telah ditunjukkan dengan sangat jelas.
Penegasan bahwa "kewajiban Kami-lah petunjuk" memiliki beberapa implikasi penting:
Ayat 12 seringkali dibaca bersamaan dengan ayat 11 yang berbicara tentang kedermawanan: "Dan tidaklah hartanya memberi manfaat kepadanya ketika ia telah binasa (masuk neraka)." Ayat 12 menegaskan, jika seseorang kikir dan durhaka, itu terjadi karena ia mengabaikan petunjuk yang menjelaskan bahwa harta tidak berguna saat kematian datang, dan bahwa jalan yang benar adalah berinfak.
Sebaliknya, bagi mereka yang dermawan (Ayat 5-7), mereka mengikuti petunjuk yang menjelaskan bahwa harta adalah titipan yang harus digunakan untuk meraih keridaan Allah dan keselamatan di akhirat. Petunjuk ini meliputi ajaran tentang keikhlasan, pentingnya berbagi dengan yang membutuhkan, dan bahwa segala sesuatu akan dipertanggungjawabkan.
Kesimpulannya, Surat Al-Lail ayat 12 adalah pernyataan otoritatif dari Sang Pencipta bahwa kejelasan moral dan spiritual telah disampaikan kepada seluruh umat manusia. Tugas kita setelah menerima petunjuk ini adalah memilih dengan sadar dan mempraktikkannya melalui amal shaleh, seperti kedermawanan dan ketakwaan, agar kita termasuk golongan yang dijanjikan kemudahan menuju surga, bukan yang mengalami kesulitan karena mengabaikan petunjuk ilahi.