Surat Al-Lail (Malam) adalah surat ke-92 dalam urutan Mushaf Al-Qur'an, terdiri dari 21 ayat yang tergolong surat Makkiyyah. Surat ini dibuka dengan sumpah Allah SWT atas fenomena alam yang sangat kontras: malam apabila menutupi segalanya dengan kegelapannya, dan siang apabila menerangi segala sesuatu. Pembukaan dengan sumpah yang megah ini bertujuan untuk menarik perhatian penuh pembaca terhadap pesan penting yang akan disampaikan, yaitu tentang perbedaan mendasar antara dua jalan hidup manusia di dunia ini.
Inti utama dari Surat Al-Lail adalah penjelasan tentang usaha dan pengorbanan yang dilakukan seseorang. Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan berbeda-beda dalam kapasitas dan kecenderungan mereka. Ada yang cenderung kepada kedermawanan, ketakwaan, dan pembenaran terhadap hari pembalasan, sementara yang lain cenderung kepada kekikiran, kesombongan, dan pengingkaran terhadap akhirat. Surat ini berfungsi sebagai penegasan bahwa setiap perbuatan, baik atau buruk, pasti akan mendapatkan balasan setimpal.
Ayat-ayat selanjutnya menguraikan bagaimana dua tipe manusia ini menjalankan kehidupannya. Tipe pertama adalah mereka yang berjuang dengan hartanya di jalan Allah. Mereka yang menginfakkan hartanya, bukan karena ingin dipuji, tetapi semata-mata untuk mencari keridhaan Ilahi dan menjauhkan diri dari api neraka. Pengorbanan ini, meskipun mungkin terasa berat di dunia, adalah investasi terbaik untuk kehidupan abadi.
Sebaliknya, tipe manusia kedua adalah mereka yang pelit, yang menganggap harta sebagai tujuan akhir, dan menolak untuk membelanjakannya di jalan kebenaran. Mereka yang mengingkari janji kebangkitan dan pembalasan, sehingga mereka hidup tanpa perhitungan moral yang benar. Bagi mereka yang enggan berkorban, konsekuensinya telah disiapkan dengan jelas oleh Allah SWT, yaitu kesengsaraan dan azab.
Surat Al-Lail secara tegas memisahkan antara hasil dari ketakwaan dan hasil dari kekikiran. Bagi orang yang bertakwa, Allah akan memudahkan jalannya menuju kebahagiaan. Kemudahan ini bukan hanya kemudahan materi di dunia, tetapi yang terpenting adalah kemudahan dalam menjalankan ketaatan dan kemudahan saat menghadapi kesulitan di akhirat.
Salah satu pelajaran paling fundamental dari surat ini adalah pentingnya pembersihan diri dari sifat kikir. Kekikiran adalah penghalang terbesar bagi seseorang untuk meraih keberuntungan sejati. Ketika seseorang menyumbangkan hartanya dengan tulus, ia telah membebaskan jiwanya dari belenggu cinta dunia yang berlebihan. Harta yang dikeluarkan di jalan Allah adalah harta yang sesungguhnya menjadi milik abadi, sedangkan harta yang ditimbun hanya menjadi beban dan penyesalan kelak.
Imam An-Nawawi pernah meriwayatkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq RA turun ayat ini (terkait orang yang bersedekah karena mencari keridhaan Allah) diturunkan berkenaan dengan dirinya, ketika beliau membebaskan budak-budak yang sakit atau tua yang telah memeluk Islam namun disiksa oleh kaum Quraisy. Tindakan beliau menunjukkan prioritas utama beliau: keimanan dan ketakwaan di atas kepentingan duniawi, termasuk kepentingan materiilnya sendiri.
Surat Al-Lail mengajak kita untuk senantiasa melakukan introspeksi diri. Apakah kita termasuk golongan yang menjadikan harta sebagai tujuan, atau menjadikannya sebagai alat untuk meraih ridha Allah? Sumpah Allah di awal surat menunjukkan betapa seriusnya persoalan ini. Malam melambangkan kehidupan dunia yang penuh ujian dan kegelapan pemikiran jika tanpa petunjuk ilahi, sedangkan siang melambangkan kejelasan dan pembalasan yang terang benderang di akhirat.
Pada akhirnya, setiap manusia akan kembali kepada Tuhannya. Tidak ada gunanya menumpuk kekayaan jika hati kita dipenuhi keserakahan dan pengingkaran. Keberuntungan sejati, yang dijanjikan Allah dalam surat ini, adalah terbebas dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga yang kekal, sebuah tujuan yang hanya dapat dicapai melalui amal saleh yang tulus dan ketakwaan yang teguh di tengah hiruk pikuk kehidupan dunia. Surat ini adalah pengingat abadi bahwa tujuan hidup kita bukanlah pengumpulan, melainkan pengorbanan yang bermakna.