Ilustrasi Konsep Pemberian Pertolongan dan Penjelasan
Dalam Mushaf Al-Qur'an, setelah Surah Al-Lahab (Surah ke-111) yang berbicara tentang nasib buruk Abu Lahab, kita akan mendapati sebuah surah yang memiliki makna kontras yang sangat mendalam. Surah ini adalah **Surah An-Nasr** (Surah ke-110), yang berarti "Pertolongan". Keberadaannya yang terletak tepat setelah Al-Lahab sering kali menjadi bahan perenungan penting bagi para mufassir.
Surah An-Nasr turun pada periode akhir kenabian Rasulullah Muhammad SAW, sering kali diidentikkan dengan penaklukan kota Mekah, sebuah momen kemenangan besar bagi umat Islam setelah perjuangan panjang dan penuh tantangan. Kontras antara ancaman dan kehancuran yang diisyaratkan dalam Al-Lahab dengan janji kemenangan dan pertolongan ilahi dalam An-Nasr memberikan gambaran siklus dakwah: dari kesulitan menuju kemudahan, dari penolakan menuju penerimaan yang meluas.
Surat An-Nasr hanya terdiri dari tiga ayat pendek, namun menyimpan makna yang sangat komprehensif mengenai hasil akhir dari perjuangan dakwah.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
dan kamu melihat manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah,
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat.
"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan..." (Idza jaa’a nashrullahi wal fath). Ayat ini mengisyaratkan janji yang pasti terpenuhi. "Pertolongan" (Nashr) dan "Kemenangan" (Fath) adalah dua aspek dari hasil akhir yang dijanjikan kepada Rasulullah SAW. Kemenangan di sini sering diartikan sebagai Fathu Makkah (Penaklukan Mekah).
Kedatangan pertolongan ini bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga pengakuan dan dukungan ilahi yang membalikkan keadaan dari minoritas yang teraniaya menjadi kekuatan yang dominan.
"...dan kamu melihat manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah," (wa ra’aita an-naasa yadkhuluna fii diinillahi afwaajan). Jika kemenangan telah diraih, maka bukti nyata dari keberhasilan dakwah adalah meluasnya pengaruh Islam. Kata "Afwaajan" (berbondong-bondong) menekankan bahwa penerimaan ajaran Islam tidak lagi bersifat individual atau sembunyi-sembunyi, melainkan secara kolektif dan masif. Ini adalah puncak sukacita spiritual bagi seorang Nabi.
"maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat." (Fasabbih bihamdi Rabbika wastaghfirh, innahu kaana tawwaaba). Ini adalah poin krusial. Setelah mencapai puncak kesuksesan duniawi, perintah pertama bukanlah untuk merayakan dengan kesombongan atau berpuas diri, melainkan untuk segera kembali kepada ibadah dan rasa syukur yang mendalam.
Perintah ini mengajarkan prinsip penting:
Mengapa An-Nasr diletakkan setelah Al-Lahab?
Penempatan ini menciptakan narasi utuh tentang polaritas kehidupan dan dakwah. Al-Lahab menunjukkan kegagalan pihak yang menolak kebenaran secara terang-terangan, sementara An-Nasr menunjukkan keberhasilan pihak yang berjuang menegakkan kebenaran. Ini adalah penghiburan bagi Nabi Muhammad SAW bahwa di tengah cemoohan dan penolakan (seperti yang dialami Abu Lahab), kemenangan hakiki dan pengakuan universal akan datang.
Bagi umat Islam, surat ini menjadi pengingat bahwa fase kemudahan dan keberhasilan harus selalu diiringi dengan peningkatan spiritualitas, bukan malah kemaksiatan atau kelalaian. Surat An-Nasr berfungsi sebagai "rem" spiritual pasca-kemenangan, memastikan bahwa hati selalu terikat erat pada sumber segala pertolongan.
Secara ringkas, An-Nasr adalah surah optimisme yang terikat pada kerendahan hati, menegaskan bahwa hasil akhir dari segala perjuangan adalah pengakuan total terhadap keesaan Allah dan respons syukur yang berkelanjutan.