Memahami urutan turunnya wahyu (Asbabun Nuzul) merupakan salah satu ilmu yang penting dalam studi Al-Qur'an. Meskipun penulisan mushaf (susunan Al-Qur'an yang kita baca saat ini) didasarkan pada tata urutan yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW melalui petunjuk Jibril, urutan pewahyuan (nuzul) terkadang berbeda.
Surah Al-Lail (Malam) adalah surah ke-92 dalam susunan mushaf. Dalam urutan ini, ia terletak setelah Surah Asy-Syams. Namun, pertanyaan mengenai surat apa yang turun persis setelah Al-Lail dari segi kronologi pewahyuan memerlukan penelusuran mendalam terhadap riwayat-riwayat sahih yang ada. Secara umum, para ulama membagi periode turunnya wahyu menjadi dua fase utama: Makkiyah (sebelum Hijrah) dan Madaniyah (setelah Hijrah).
Surah Al-Lail sendiri diklasifikasikan sebagai surah Makkiyah. Periode Makkiyah ditandai dengan penekanan pada tauhid, akidah, hari akhir, dan akhlak mulia. Surah-surah Makkiyah cenderung lebih pendek dan memiliki ayat-ayat yang tegas. Setelah turunnya Al-Lail, wahyu terus mengalir kepada Nabi Muhammad SAW sesuai dengan kebutuhan umat dan peristiwa yang dihadapi di Makkah, sebelum akhirnya hijrah ke Madinah.
Menentukan secara presisi surat mana yang menjadi "surat berikutnya" setelah Al-Lail dari segi pewahyuan adalah hal yang rumit. Alasannya adalah bahwa catatan mengenai urutan turunnya wahyu seringkali bersifat fragmentaris atau merujuk pada peristiwa tertentu, bukan daftar kronologis yang lengkap dari surah ke surah. Banyak riwayat yang mencatat turunnya ayat tertentu terkait sebuah kejadian, bukan urutan sistematik dari surah.
Berdasarkan klasifikasi umum periodisasi Makkiyah, surat-surat yang turun setelah Al-Lail umumnya masih berada dalam fase awal kerasulan, ketika dakwah masih berpusat di Makkah. Beberapa surah yang diyakini turun pada fase pertengahan hingga akhir periode Makkah, yang secara kronologis mungkin berdekatan dengan Al-Lail, antara lain adalah:
Penting untuk dicatat bahwa surah-surah yang datang belakangan dalam urutan mushaf, seperti Al-Qadr, Al-Bayyinah, atau Az-Zalzalah, sebagian besar merupakan surah Madaniyah atau surah akhir Makkah yang memiliki konteks yang berbeda secara signifikan dari Surah Al-Lail.
Salah satu poin krusial yang harus dipahami adalah bahwa urutan surah yang kita kenal dalam Al-Qur'an (Mushaf Utsmani) adalah urutan taufiqiyah (berdasarkan ketetapan Ilahi melalui Rasulullah SAW), dan bukan murni urutan kronologis pewahyuan. Nabi Muhammad SAW menerima wahyu secara bertahap, tetapi beliau diperintahkan untuk meletakkan setiap ayat dan surah pada tempatnya yang ditentukan di dalam Al-Qur'an.
Sebagai contoh, Surah Al-Baqarah, surah terpanjang, sebagian besar turun di Madinah, sedangkan Surah Al-Lail adalah surah Makkiyah yang turun jauh lebih awal. Keindahan Al-Qur'an terletak pada integrasi sempurna antara ayat-ayat yang turun secara terpisah, namun disatukan dalam sebuah struktur yang koheren.
Meskipun secara spesifik menentukan surat mana yang turun tepat setelah Al-Lail berdasarkan riwayat yang sahih mungkin sulit diverifikasi secara mutlak, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa rangkaian wahyu setelah Al-Lail masih berada dalam fase penguatan akidah Islamiyah di Makkah. Surat-surat ini terus membentuk fondasi teologis Islam, menekankan keesaan Allah, dan mempersiapkan umat Muslim untuk tantangan dakwah yang semakin intensif, sebelum akhirnya fase Madaniyah dimulai dengan tuntunan syariat yang lebih komprehensif.
Kajian mengenai urutan pewahyuan membantu kita memahami konteks historis penurunan setiap bagian Al-Qur'an, namun dalam praktik ibadah sehari-hari, yang utama adalah ketaatan pada susunan mushaf yang telah diwariskan kepada kita secara utuh dan terjamin keasliannya.