Surat Setelah Al-Ikhlas dalam Al-Qur'an: Surah Al-Falaq

Ilustrasi Kitab Suci Terbuka dengan Cahaya Al-Qur'an

Al-Qur'an tersusun secara sistematis, dan urutan surat-surat di dalamnya memiliki makna tersendiri. Ketika kita membahas mengenai surat yang dibaca setelah Surah Al-Ikhlas, kita merujuk pada mushaf standar yang ada saat ini. Secara berurutan dalam susunan Mushaf Utsmani, Surah Al-Ikhlas menempati posisi ke-112. Oleh karena itu, surat yang datang tepat setelahnya adalah **Surah Al-Falaq**, yang merupakan surat ke-113 dalam susunan tersebut.

Surah Al-Falaq bersama dengan Surah An-Nas (surat ke-114, penutup Al-Qur'an) sering disebut sebagai Al-Mu'awwidzatain, yaitu dua surat yang diamalkan untuk memohon perlindungan. Kedua surat pendek ini memiliki kaitan erat, baik dari segi makna maupun dari riwayat keutamaannya. Memahami konteks penempatan mereka secara berdekatan ini sangat penting dalam pemahaman kita terhadap struktur akhir Al-Qur'an.

Makna dan Kedudukan Surah Al-Falaq

Surah Al-Falaq berarti "Waktu Fajar" atau "Permulaan Siang". Surat ini terdiri dari lima ayat yang merupakan permohonan perlindungan kepada Allah SWT dari berbagai keburukan yang tersembunyi maupun yang tampak.

Ayat 1: Qul a'ūdhu bi-Rabbi l-falaq
(Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai waktu fajar")

Ayat pembuka ini menegaskan bahwa sumber perlindungan adalah Allah, Rabb yang menguasai waktu fajar. Fajar merupakan waktu transisi dari kegelapan malam menuju terang hari, sebuah momen yang penuh dengan kekuatan ilahiah.

Setelah menetapkan Tuhan Yang Maha Pelindung, surat ini kemudian merinci jenis-jenis kejahatan dari mana seorang hamba memohon perlindungan. Hal ini menunjukkan kedalaman pemahaman Islam tentang potensi ancaman yang dihadapi manusia.

Kejahatan yang Diminta Perlindungan

  1. Min syarri mā khalaq (Dari kejahatan makhluk-Nya): Ini adalah cakupan perlindungan yang sangat luas, mencakup semua ciptaan Allah, baik yang terlihat (seperti binatang buas, manusia zalim) maupun yang tidak terlihat (seperti jin).
  2. Wa min syarri ghāsiqin idhā waqab (Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita): Malam yang gelap gulita sering dikaitkan dengan peningkatan aktivitas kejahatan dan kegelisahan batin. Perlindungan diminta saat kegelapan meliputi alam semesta.
  3. Wa min syarri n-naffāthāti fī l-ʿuqad (Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang meniup pada buhul-buhul): Ayat ini secara spesifik menyebutkan ancaman sihir, yang dilakukan dengan meniupkan mantra pada ikatan atau buhul. Ini menegaskan bahwa sihir adalah ancaman nyata yang diakui dalam Islam dan perlu perlindungan dari pelakunya.
  4. Wa min syarri hāsidin idhā hasad (Dan dari kejahatan pendengki apabila ia dengki): Hasad (dengki) adalah penyakit hati yang sangat berbahaya. Seorang pendengki menginginkan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain, dan kejahatan ini bisa termanifestasi melalui perkataan maupun perbuatan.

Keseluruhan Surah Al-Falaq berfungsi sebagai benteng spiritual yang mengingatkan bahwa meskipun dunia penuh dengan ancaman yang beragam—mulai dari fenomena alam hingga perbuatan manusia dan gangguan gaib—kekuatan perlindungan Allah jauh lebih besar.

Keterkaitan dengan Surah Al-Ikhlas

Surah Al-Ikhlas (Tauhid) adalah pernyataan tegas mengenai Keesaan dan Keunikan Allah. Surat ini menjelaskan SIAPA Tuhan itu: Allah yang Maha Esa, tempat bergantung segala sesuatu. Sementara itu, Surah Al-Falaq (Perlindungan) menjelaskan MENGAPA kita membutuhkan Tuhan tersebut: karena ada banyak keburukan di luar sana yang hanya dapat ditangkal oleh kekuatan-Nya.

Membaca Al-Ikhlas menegaskan keimanan, dan membaca Al-Falaq segera setelahnya adalah aplikasi praktis dari keimanan tersebut—yaitu berlindung kepada Dzat Yang Maha Esa dari segala yang menakutkan. Urutan ini membentuk sebuah siklus sempurna: Pengakuan keesaan Allah diikuti dengan permohonan perlindungan kepada-Nya.

Oleh karena itu, ketika seorang Muslim selesai membaca Surah Al-Ikhlas, langkah logis dan yang diajarkan adalah melanjutkan pembacaannya dengan Surah Al-Falaq. Kedua surat ini adalah kunci untuk menjaga kesucian akidah (Al-Ikhlas) dan menjaga diri dari gangguan eksternal (Al-Falaq dan An-Nas). Pembacaan rutin surat-surat ini, terutama setelah shalat fardhu atau sebelum tidur, adalah praktik sunnah yang dianjurkan untuk mendapatkan ketenangan dan keamanan hakiki.

Keutamaan Al-Mu'awwidzatain ini sangat besar, sehingga Rasulullah SAW selalu membacanya sebagai wirid harian. Memahami urutan ini membantu kita menghargai kesempurnaan tata letak Al-Qur'an hingga akhir, di mana bab perlindungan jiwa diletakkan tepat setelah bab penegasan tauhid.

🏠 Homepage