Tafsir Al-Qadr Ayat 1-5: Keagungan Malam Lailatul Qadar

Simbol Cahaya Malam Bulan dan Bintang

Ilustrasi simbolik keagungan malam yang penuh cahaya.

Surat Al-Qadr, yang juga dikenal sebagai Surat Inna Anzalnahu, adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang memiliki bobot makna luar biasa. Surat ini hanya terdiri dari lima ayat, namun memuat inti sari tentang keutamaan malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu Lailatul Qadar. Memahami tafsir ayat per ayat dari 1 hingga 5 memberikan kita gambaran jelas mengenai kemuliaan malam turunnya Al-Qur'an.

Ayat 1: Penegasan Waktu Turunnya Al-Qur'an

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

(Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam qadar.)

Ayat pertama ini langsung menegaskan momen penting dalam sejarah Islam. Kata "Kami" (أَنزَلْنَاهُ) merujuk kepada Allah SWT, menegaskan bahwa penetapan waktu turunnya Al-Qur'an adalah atas kehendak dan kuasa-Nya mutlak. Penurunan Al-Qur'an secara total (dari Lauhul Mahfuzh ke langit dunia) terjadi pada malam ini. Para mufassir sepakat bahwa malam yang dimaksud adalah Lailatul Qadar, malam mulia di bulan Ramadan.

Ayat 2: Keagungan yang Tak Tertandingi

وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ

(Dan tahukah kamu apakah malam qadar itu?)

Penggunaan frasa "Wa ma adraka" (Dan apakah yang memberitahumu...) adalah gaya retorika khas Al-Qur'an untuk menekankan sesuatu yang sangat besar dan agung. Dengan pertanyaan ini, Allah seolah-olah menarik perhatian hamba-Nya, mempersiapkan hati pembaca untuk menerima informasi tentang betapa dahsyatnya kedudukan malam ini. Malam ini memiliki keistimewaan yang melampaui batas pemahaman manusia biasa, sehingga memerlukan penegasan khusus.

Ayat 3: Malam yang Lebih Baik dari Seribu Bulan

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ

(Malam qadar itu lebih baik daripada seribu bulan.)

Inilah puncak penegasan keutamaan Lailatul Qadar. Seribu bulan setara dengan sekitar 83 tahun. Melakukan ibadah sunnah pada malam ini nilainya melampaui ibadah yang dilakukan selama waktu yang sangat panjang itu jika ibadah tersebut dilakukan di luar Lailatul Qadar. Keutamaan ini adalah karunia Allah kepada umat Nabi Muhammad ﷺ, sebagai pengganti umur panjang yang dimiliki umat terdahulu, sehingga umat Islam memiliki kesempatan meraih pahala yang sangat besar dalam waktu yang singkat.

Ayat 4: Turunnya Malaikat dan Ketenangan

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ

(Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ar-Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk membawa segala urusan.)

Ayat ini menjelaskan mekanisme kemuliaan tersebut: turunnya para malaikat secara berbondong-bondong, dipimpin oleh Ruhul Amin, yaitu Malaikat Jibril. Mereka turun ke bumi membawa rahmat dan berkah dari Allah SWT, membawa segala ketetapan (takdir) urusan tahunan yang diperintahkan Allah. Lebih lanjut, disebutkan bahwa malam itu adalah malam yang penuh dengan keselamatan dan kedamaian (سَلَامٌ). Kedamaian ini mencakup keamanan dari segala keburukan, dan ketenangan jiwa bagi orang yang beribadah.

Ayat 5: Kesimpulan Kedamaian Abadi

حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

(Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar.)

Keutamaan dan ketenangan yang dilimpahkan Allah SWT pada malam Lailatul Qadar berlangsung terus-menerus, dari permulaan malam hingga terbitnya fajar subuh. Ini menunjukkan bahwa rahmat dan keberkahan tersebut bersifat paripurna dan berkelanjutan selama periode malam tersebut. Bagi seorang mukmin, hal ini memotivasi untuk menghidupkan seluruh malam tersebut dengan ibadah, doa, dan zikir, berharap mendapatkan curahan rahmat hingga waktu subuh tiba.

Secara keseluruhan, tafsir Surat Al-Qadr ayat 1 hingga 5 memberikan penekanan kuat bahwa malam Lailatul Qadar adalah malam penetapan takdir, malam turunnya Al-Qur'an, dan malam di mana ibadah sederhana dilipatgandakan pahalanya hingga melebihi usia manusia rata-rata. Oleh karena itu, mencari dan mengoptimalkan ibadah di malam ini adalah prioritas utama bagi setiap Muslim di bulan Ramadan.

🏠 Homepage