Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Fil: Kisah Penghancuran Pasukan Gajah

Simbol Perlindungan Ilahi Ilustrasi abstrak burung-burung yang membawa batu kecil, melambangkan pasukan Abrahah yang dihancurkan.

Surat Al-Fil, atau "Gajah," adalah salah satu surat pendek dalam Juz 'Amma Al-Qur'an yang menyimpan kisah dramatis dan penuh pelajaran tentang kekuasaan Allah SWT. Kisah ini memiliki kedudukan istimewa karena menjadi penanda penting sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Imam Ibnu Katsir, dalam kitab tafsirnya yang monumental, menjelaskan bahwa peristiwa dalam surat ini merupakan mukjizat nyata yang menegaskan superioritas pertolongan Allah atas tipu daya musuh-musuh-Nya, meskipun musuh tersebut memiliki kekuatan materiil yang luar biasa besar.

Latar Belakang Peristiwa Surat Al-Fil

Surat Al-Fil terdiri dari lima ayat yang menceritakan upaya Raja Yaman bernama Abrahah bin Ashram untuk menghancurkan Ka'bah di Makkah. Abrahah, yang saat itu berkuasa di Yaman, membangun sebuah gereja (Qullais) yang sangat megah di Shan'a, bertujuan agar orang-orang Arab tidak lagi melakukan haji ke Ka'bah, melainkan ke gerejanya. Karena orang-orang Arab menolak berpaling, Abrahah murka dan bersumpah akan menghancurkan Ka'bah.

Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa Abrahah mengumpulkan pasukan besar yang tak tertandingi pada masanya, termasuk sembilan atau dua belas gajah perkasa. Tujuan utamanya adalah menerobos pertahanan Makkah dan merobohkan bangunan suci tersebut.

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ وَالْمُرْسَلُونَ (1)

1. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Tuhanmu telah membinasakan kaum gajah?

Ayat pembuka ini adalah pertanyaan retoris yang mengajak Rasulullah SAW dan umatnya merenungkan keajaiban yang terjadi. Ibnu Katsir menekankan bahwa "perhatian" di sini bukan sekadar melihat, melainkan mengambil pelajaran mendalam dari peristiwa tersebut.

Kehancuran Pasukan Gajah

Ketika pasukan Abrahah mendekati Makkah, kepanikan melanda penduduk Quraisy. Mereka tahu bahwa kekuatan manusia biasa tidak akan mampu menghadapi pasukan gajah tersebut. Menurut riwayat yang dikutip Ibnu Katsir, penduduk Makkah memilih mengungsi ke perbukitan karena tidak ada kekuatan yang tersisa untuk melawan.

أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2)

2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (rencana jahat mereka) itu sia-sia?

Tafsir Ibnu Katsir menyoroti bagaimana rencana besar Abrahah, yang telah dipersiapkan dengan matang dan mengandalkan kekuatan fisik terbesar, sama sekali tidak berarti di hadapan kehendak Allah. Semua persiapan militer mereka gagal total karena intervensi ilahi.

وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3)

3. Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung-burung yang bergelombang, (datang secara bergelombang).

Inilah klimaks dari kisah tersebut. Allah mengirimkan pasukan yang tak terduga: Thairan Ababil. Para mufassir sepakat bahwa "Ababil" berarti berkelompok-kelompok, datang silih berganti, menunjukkan jumlah yang sangat banyak. Mereka bukan burung biasa, melainkan utusan azab.

Batu dari Neraka dan Kehancuran Total

Ibnu Katsir menjelaskan detail sifat burung-burung ini, yaitu mereka membawa batu-batu kecil dari tanah liat yang telah dibakar di neraka (Sijjil). Batu-batu tersebut, meskipun kecil, memiliki daya hancur yang luar biasa karena izin Allah.

تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ (4)

4. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang keras.

Setiap batu yang jatuh mengenai pasukan Abrahah, seketika itu juga menghancurkan tubuh mereka hingga hancur lebur, seperti daun yang dimakan ulat. Gajah-gajah yang menjadi simbol kekuatan mereka pun porak-poranda.

فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُولٍ (5)

5. Maka Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (hancur).

Kesimpulan dari tafsir Ibnu Katsir atas ayat terakhir ini adalah kehancuran total. Pasukan yang tadinya gagah perkasa kini tinggal rongsokan yang tak berbentuk, mirip dengan sisa-sisa daun kering yang telah dilahap oleh binatang ternak.

Pelajaran Penting dari Kisah Al-Fil

Menurut Ibnu Katsir, peristiwa Al-Fil bukan sekadar catatan sejarah. Ia menjadi dalil besar bahwa Allah akan selalu menjaga Baitullah (Rumah-Nya) dan melindungi para pengikut-Nya dari ancaman terbesar sekalipun. Peristiwa ini terjadi sekitar lima puluh hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, menjadikannya pertanda kemuliaan dan perlindungan khusus bagi Makkah dan keturunan Nabi di masa depan. Ini mengajarkan umat Islam bahwa ketika menghadapi kesulitan yang tampak mustahil diatasi, pertolongan Allah pasti datang melalui cara yang tidak terduga.

🏠 Homepage