Ilustrasi visualisasi malam yang penuh cahaya dan keberkahan.
Surat Al-Qadr (atau Al-Qadir) adalah salah satu surat terpendek dalam Al-Qur'an, namun memiliki kedalaman makna yang luar biasa. Surat ini terdiri dari lima ayat pendek, namun isinya memuat pengumuman penting mengenai malam yang paling mulia dalam setahun bagi umat Islam, yaitu **Lailatul Qadr** (Malam Ketetapan).
Mengapa malam ini begitu diagungkan? Karena di malam inilah Al-Qur'an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia. Memahami tafsir Surat Al-Qadr berarti memahami nilai sejati dari karunia Ilahi yang diberikan kepada Rasulullah SAW dan umatnya.
Surat ini menegaskan keutamaan waktu, bukan sekadar waktu biasa, melainkan waktu yang di dalamnya terjadi peristiwa fundamental dalam sejarah agama Islam.
Ayat pertama langsung menuju inti pembahasan: penetapan waktu penurunan Al-Qur'an. Kata kerja "Anzalnahu" (Kami telah menurunkannya) merujuk pada permulaan proses pewahyuan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW. Malam ini adalah malam bersejarah, penanda dimulainya era baru petunjuk ilahi di bumi. Tafsir Ibnu Katsir menekankan bahwa malam ini adalah malam yang penuh berkah dan pembedaan antara hak dan batil.
Ayat kedua, "Wa ma adrakamail qadr?" (Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?), adalah sebuah pertanyaan retoris. Tujuannya bukan untuk mencari jawaban karena Allah SWT Maha Mengetahui, melainkan untuk membangkitkan rasa takjub dan urgensi pada diri Rasulullah SAW dan umatnya terhadap nilai malam tersebut. Ini menunjukkan bahwa kemuliaan malam itu berada di luar jangkauan pemahaman normal manusia.
Inilah jantung dari surat ini. Frasa "Khairum min alfi syahri" (Lebih baik daripada seribu bulan) adalah perbandingan yang fenomenal. Seribu bulan setara dengan sekitar 83 tahun lebih. Artinya, beribadah dan mencari ridha Allah di Malam Al-Qadr memiliki nilai pahala yang melampaui ibadah seumur hidup yang dilakukan di selain malam tersebut. Hal ini mendorong umat Islam untuk berburu malam ini dengan sepenuh hati di bulan Ramadhan.
Ayat keempat menjelaskan sebab kemuliaan malam tersebut: pergerakan intensif para malaikat. Mereka turun bersama Ruhul Qudus (Jibril AS) membawa ketetapan ilahi untuk tahun yang akan datang. Para ulama menafsirkan bahwa para malaikat membawa rahmat, keberkahan, dan ketetapan rezeki, rahmat, dan ajal yang akan terjadi. Kehadiran Jibril AS secara massal menegaskan bahwa ini adalah malam penyerahan mandat ilahi yang sangat penting.
Ayat penutup menegaskan suasana malam itu sebagai "Salaamun hiya hatta matla’il fajr" (Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar). Kata "salam" di sini berarti kedamaian, ketenteraman, dan keselamatan dari segala macam musibah atau gangguan. Keamanan spiritual ini menjadi hadiah bagi hamba-hamba yang menghidupkan malam tersebut dengan ibadah, membuat mereka aman dari azab dan kesulitan.
Meskipun lokasi pasti Malam Al-Qadr tidak disebutkan secara eksplisit dalam surat ini, mayoritas ulama sepakat bahwa malam ini jatuh pada salah satu malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Keutamaan ini mengajarkan beberapa hal penting:
Dengan merenungkan tafsir Surat Al-Qadr, seorang mukmin diingatkan bahwa Al-Qur'an adalah anugerah teragung. Merayakan malam penurunannya berarti menghormati sumber petunjuk tersebut dengan menjadikannya pedoman hidup utama, mencari kedamaian yang dijanjikan, dan memaksimalkan setiap detik di malam yang lebih mulia dari ribuan bulan.