Surah Al-Fatihah, yang berarti "Pembukaan," adalah surah pertama dalam Al-Qur'an dan sering disebut sebagai Ummul Kitab (Induk Al-Kitab) karena merangkum inti ajaran Islam. Ia wajib dibaca dalam setiap rakaat shalat, menjadikannya ayat yang paling sering diulang oleh seorang Muslim. Memahami tafsirnya adalah kunci untuk menghayati hakikat ibadah kita.
Artinya: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ayat ini adalah pembuka segala kebaikan. Kalimat Bismillah mengandung makna bahwa setiap tindakan yang dilakukan seorang Muslim harus dimulai dengan mengagungkan dan memohon pertolongan Allah. Pemilihan sifat Ar-Rahmān (Maha Pengasih) dan Ar-Rahīm (Maha Penyayang) menegaskan bahwa sifat dasar Allah adalah rahmat dan kasih sayang-Nya yang meliputi seluruh ciptaan-Nya di dunia dan akhirat.
Artinya: Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan seluruh alam.
Ayat ini menetapkan bahwa pujian (Al-Hamd) yang sempurna dan mutlak hanya layak bagi Allah SWT. Pujian berbeda dengan syukur (Syukr); Hamd adalah pujian atas keagungan sifat-Nya, sedangkan Syukr adalah ucapan terima kasih atas nikmat yang diberikan. Allah disebut Rabbil 'Alamin, yaitu Tuhan yang memelihara, mendidik, dan menguasai segala sesuatu yang ada di alam semesta, baik jin, manusia, malaikat, maupun makhluk tak kasat mata lainnya.
Artinya: Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Pengulangan sifat ini berfungsi sebagai penekanan (ta'kid). Jika pada ayat 1 sifat kasih sayang Allah ditujukan untuk semua makhluk (umum di dunia), maka ayat 3 ini secara khusus menegaskan bahwa kasih sayang dan rahmat-Nya akan tampak jelas dan berkelanjutan bagi orang-orang beriman di akhirat kelak. Ini adalah janji bahwa ketaatan akan dibalas dengan kasih sayang yang abadi.
Artinya: Raja (Pemilik) hari pembalasan.
Pada hari kiamat, ketika semua kekuasaan duniawi lenyap, hanya Allah SWT yang menjadi satu-satunya Raja yang berhak menghakimi. Ayat ini menimbulkan rasa takut (Khauf) yang seimbang dengan rasa harap (Raja) yang ditimbulkan oleh ayat sebelumnya. Ini mengingatkan manusia bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan, dan tidak ada yang bisa lari dari pengadilan-Nya.
Artinya: Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
Ini adalah inti dari Al-Fatihah, yang merupakan pernyataan tauhid uluhiyah. Penggunaan kata "hanya Engkaulah" (Iyyāka) di awal kalimat menunjukkan pembatasan (Qasr) ibadah dan permohonan hanya ditujukan kepada Allah. Na'budu (kami menyembah) mencakup seluruh bentuk pengabdian lahir dan batin. Nasta'īn (kami meminta pertolongan) menunjukkan kelemahan manusia dan ketergantungan total kepada-Nya dalam segala urusan.
Artinya: Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus.
Setelah memuji Allah dan menyatakan hanya kepada-Nya ibadah dipersembahkan, manusia kemudian memohon petunjuk. Permohonan ini sangat krusial karena setelah mengakui keesaan Allah, manusia menyadari bahwa dirinya butuh bimbingan agar tidak tersesat. Jalan yang lurus adalah jalan yang jelas, aman, dan membawa kepada keridhaan Allah.
Artinya: (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan (pula) jalan mereka yang sesat.
Ayat penutup ini mendefinisikan "jalan lurus" yang dimaksud. Jalan tersebut adalah jalan para Nabi, orang-orang saleh, syuhada, dan orang-orang yang diberi nikmat (seperti para sahabat dan ulama yang mengikuti mereka). Ayat ini secara tegas menolak dua kategori jalan yang menyesatkan: (1) Jalan orang yang dimurkai (yang mengetahui kebenaran namun menolaknya secara sengaja, seperti Yahudi dalam pandangan Islam), dan (2) Jalan orang yang sesat (yang mencari kebenaran tanpa ilmu, seperti Nashrani dalam pandangan Islam). Ini adalah penutup yang sempurna, memohon konsistensi dalam keimanan yang benar.
Secara keseluruhan, Surah Al-Fatihah adalah sebuah dialog intim antara hamba dan Tuhannya, dimulai dengan pujian, pengakuan kedaulatan, pernyataan komitmen ibadah, dan diakhiri dengan permohonan petunjuk yang berkelanjutan.