Surah Al-Fatihah, yang merupakan jantung dari shalat umat Islam, dibuka dengan pujian dan pengakuan akan kebesaran Allah SWT. Setelah memuji Tuhan dan memohon pertolongan-Nya, ayat keenam menjadi titik balik krusial dalam doa ini. Ayat tersebut berbunyi:
Artinya: "Tunjukilah kami jalan yang lurus."
Permintaan Inti Setelah Pengakuan
Ayat ini merupakan puncak permohonan setelah seorang hamba telah mengakui keesaan Allah (Ar-Rahman, Ar-Rahim) dan ketergantungannya sepenuhnya kepada-Nya (Maliki Yaumiddin). Mengucapkan "Ihdinas-shirāṭal-mustaqīm" (Tunjukilah kami jalan yang lurus) adalah pengakuan bahwa manusia, dengan segala keterbatasannya, tidak akan mampu menemukan kebenaran mutlak tanpa bimbingan ilahi.
Kata 'Ihdi' (تَهْدِي) berarti bimbingan atau petunjuk. Ini bukan sekadar pengetahuan teoritis, melainkan petunjuk praktis yang mengarahkan langkah seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Jalan yang diminta adalah jalan yang mengantarkan pada keridhaan Allah, jauh dari kesesatan dan kemurkaan.
Makna 'Shirāṭal Mustaqīm' (Jalan yang Lurus)
Jalan yang lurus (As-Shirāṭ Al-Mustaqīm) memiliki cakupan makna yang sangat luas dalam tafsir. Para ulama menafsirkan jalan ini sebagai:
- Agama Islam itu Sendiri: Jalan yang paling utama dan paling jelas, yaitu ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yang meliputi akidah yang benar, ibadah yang sah, dan akhlak yang mulia.
- Kebenaran dan Keadilan: Berpegang teguh pada prinsip kebenaran dalam setiap ucapan dan tindakan, serta menjalankan keadilan tanpa memihak.
- Jalan Para Nabi dan Orang Saleh: Mengikuti jejak langkah para rasul, nabi, dan hamba-hamba Allah yang diridhai, yang telah ditetapkan kemuliaan jalannya.
Meminta petunjuk ini bersifat berkelanjutan. Seorang Muslim tidak hanya meminta petunjuk sekali di awal kehidupannya, tetapi harus memintanya setiap hari dalam shalatnya karena potensi manusia untuk tersesat sangat besar. Iman bisa naik dan turun; oleh karena itu, konsistensi dalam memohon bimbingan adalah kunci untuk tetap berada di jalur yang benar.
Perbedaan dengan Jalan yang Sesat
Permintaan untuk ditunjuki jalan lurus secara implisit mengandung penolakan terhadap jalan-jalan kesesatan. Ayat selanjutnya (ayat 7) menjelaskan jalan mana yang dimaksud. Jalan lurus adalah lawan dari dua kelompok utama yang disebutkan:
- Jalan orang yang dimurkai (yang mengetahui kebenaran namun sengaja meninggalkannya).
- Jalan orang yang sesat (yang berjalan tanpa ilmu atau tanpa bimbingan).
Oleh karena itu, ayat 6 adalah permohonan agar Allah menjauhkan kita dari kedua bahaya tersebut: kesesatan karena kebodohan dan kesesatan karena kesombongan atau kemaksiatan. Ini menunjukkan bahwa petunjuk yang dicari haruslah yang membawa kepada ketenangan jiwa, keberkahan, dan ridha Ilahi. Dengan memohon petunjuk ini secara rutin, seorang hamba menegaskan bahwa tujuan akhir hidupnya adalah mencapai 'Shirāṭal Mustaqīm' di dunia agar kelak dapat melintasi 'Shirāṭ' (jembatan) di akhirat menuju surga-Nya.