Surat Al-Ikhlas, yang terdiri dari empat ayat pendek, memegang kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Ia sering disebut sebagai 'sepertiga Al-Qur'an' karena kedalaman maknanya yang memadatkan inti ajaran tauhid—keesaan Allah SWT. Namun, di balik keagungan maknanya, muncul pertanyaan mendasar mengenai konteks historis turunnya, yaitu tempat turunnya surat Al-Ikhlas.
Setiap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW memiliki sebab nuzul (sebab turun) yang melatarinya. Memahami konteks ini sangat penting karena membantu umat Islam mengapresiasi pesan ilahi secara utuh. Untuk Surat Al-Ikhlas, sebagaimana kebanyakan surat-surat pendek dalam Juz Amma dan bagian akhir Al-Qur'an, ia tergolong dalam kelompok surat Makkiyah.
Surat Makkiyah adalah wahyu yang turun sebelum Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Periode Mekah didominasi oleh penekanan pada pilar akidah, yaitu penegasan keesaan Allah, peringatan hari kiamat, dan bantahan terhadap kesyirikan yang merajalela di kalangan masyarakat Quraisy.
Berdasarkan konsensus para mufassir dan rujukan dalam ilmu Ulumul Qur'an, tempat turunnya surat Al-Ikhlas adalah di Mekkah al-Mukarramah. Surat ini turun pada periode awal kenabian, jauh sebelum umat Islam menghadapi tantangan politik dan hukum yang kompleks di Madinah.
Meskipun secara umum disepakati sebagai Makkiyah, terdapat beberapa riwayat yang memberikan detail spesifik mengenai latar belakang permintaannya, yang mana riwayat-riwayat ini menguatkan latar belakang Mekkah tersebut.
Riwayat yang paling sering dikutip mengenai sebab turunnya Al-Ikhlas menceritakan bahwa surat ini diturunkan sebagai respons langsung terhadap pertanyaan kaum musyrikin atau utusan mereka mengenai hakikat Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad SAW.
Mereka mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, "Sebutkan kepada kami nasab (keturunan) Tuhanmu." Mereka ingin mengetahui dari mana asal usul Tuhan itu, agar dapat membandingkannya dengan dewa-dewa mereka yang memiliki silsilah dan mitologi tertentu. Permintaan yang didasari oleh pemahaman politeistik ini dijawab tuntas oleh Allah SWT melalui wahyu yang singkat namun padat:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Ayat-ayat ini secara tegas menolak segala bentuk perbandingan, nasab, kelahiran, atau persekutuan. Ayat pertama menegaskan keunikan ("Ahad"). Ayat kedua menjelaskan bahwa Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu ("Ash-Shamad"). Ayat ketiga meniadakan segala bentuk kemiripan dengan makhluk ("Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan"). Dan ayat keempat menutupnya dengan penegasan bahwa tidak ada satu pun yang setara dengan-Nya.
Fakta bahwa tempat turunnya surat Al-Ikhlas adalah di Mekkah memiliki implikasi teologis yang penting. Pada fase awal dakwah di Mekkah, tantangan terbesar adalah melawan tatanan masyarakat yang memuja berhala dan menolak konsep ketuhanan yang transenden. Surat Al-Ikhlas menjadi fondasi pertahanan akidah melawan politeisme tersebut. Ia adalah deklarasi ideologis yang lugas, tidak memerlukan penjelasan panjang lebar mengenai syariat atau hukum sosial yang baru diperkenalkan di Madinah.
Surat ini berfungsi sebagai 'tameng tauhid' yang melindungi kemurnian ajaran Islam dari infiltrasi pemikiran politeistik. Ayat-ayat ini harus dihafal dan diucapkan oleh Nabi SAW ketika beliau diminta menjelaskan siapa sebenarnya Rabb yang beliau dakwahkan.
Walaupun pertanyaan awal hanya berfokus pada lokasi turunya, penting untuk mengingat mengapa surat ini begitu dijaga kemurniannya dan mengapa lokasinya terkait dengan Mekkah.
Dalam beberapa hadis sahih, Rasulullah SAW menyatakan bahwa membaca Surat Al-Ikhlas setara dengan membaca sepertiga Al-Qur'an. Kesamaan nilai ini terjadi karena fokus surat tersebut yang sepenuhnya didedikasikan untuk memuji zat Allah SWT, yang merupakan inti utama dari seluruh ajaran Al-Qur'an. Keutamaan ini menunjukkan betapa pentingnya bagi seorang Muslim untuk memahami dan menginternalisasi pesan yang disampaikan ketika surat itu pertama kali diwahyukan di jantung perlawanan terhadap kemusyrikan.
Kesimpulannya, tempat turunnya surat Al-Ikhlas adalah Mekkah. Wahyu ini menjadi penegasan pertama dan terkuat mengenai sifat Tuhan Yang Maha Esa, sebuah pilar akidah yang harus kokoh sebelum pembahasan mengenai ibadah dan muamalah lebih lanjut dilaksanakan di masa-masa setelah Hijrah.