Surah Al-Fil adalah surah ke-105 dalam urutan mushaf, terdiri dari lima ayat pendek yang menceritakan peristiwa luar biasa dan mukjizat yang terjadi sebelum Hijrah Nabi Muhammad ﷺ, yaitu kegagalan total pasukan besar Abrahah bin Ashram Al-Habasyi untuk menghancurkan Ka'bah di Makkah. Peristiwa ini menjadi penanda besar dan keberkahan bagi kota Makkah dan masa depan Islam. Nama "Al-Fil" (Gajah) diambil dari fokus utama cerita pada ayat pertama.
Kisah ini menegaskan bahwa Allah adalah Pelindung rumah-Nya dan bahwa kekuatan militer sehebat apapun tidak berarti jika berhadapan dengan kehendak dan pertolongan Ilahi. Surah ini sering dibaca untuk memohon perlindungan dan menunjukkan bahwa tipu daya musuh akan digagalkan oleh kuasa Tuhan.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ayat ini langsung memanggil perhatian Nabi Muhammad ﷺ pada salah satu mukjizat terbesar yang terjadi di masa lampau, yaitu penghancuran rencana jahat musuh Allah yang hendak merusak Ka'bah.
Allah tidak menggunakan pasukan besar, melainkan mengirimkan pasukan kecil yang tidak terduga: burung Ababil. Kata 'ababil' menunjukkan mereka datang dalam kelompok-kelompok yang berurutan dan tak terhitung jumlahnya, menambah unsur keajaiban pada pertolongan tersebut.
Batu-batu tersebut bukan batu biasa, melainkan 'sijjil', batu yang keras seperti terbakar atau terbuat dari tanah liat yang dipanaskan, sangat tajam dan mematikan ketika dilemparkan oleh burung-burung tersebut.
Hasil dari serangan batu sijjil itu adalah kehancuran total. Pasukan yang tadinya gagah perkasa hancur lebur, seperti daun-daun kering yang sudah dimakan ulat dan menjadi serpihan tak berbentuk.
Tidak ada satu pun dari tentara Abrahah yang berhasil lolos atau mendapat perlindungan. Allah menutup segala jalan keluar dan tempat berlindung bagi mereka yang berniat jahat terhadap rumah-Nya.
Surah Al-Fil memiliki kedudukan yang penting dalam sejarah kenabian. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 570 Masehi, tahun yang sama dengan kelahiran Nabi Muhammad ﷺ. Kehancuran pasukan Abrahah menunjukkan bahwa Allah melindungi Makkah jauh sebelum Nabi diutus secara resmi. Ini memberikan legitimasi awal bahwa Ka'bah—dan kelak risalah Islam—berada di bawah naungan Ilahi.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ketika burung Ababil datang, mereka membawa batu kecil seukuran biji kacang yang dilemparkan ke tubuh tentara, yang menyebabkan penyakit cacar air parah atau luka yang fatal, membuat tubuh mereka membusuk dari luar sebelum mereka sempat mencapai Ka'bah. Tentara gajah yang seharusnya menjadi simbol kekuatan dan ketakutan, justru menjadi alat kehancuran mereka sendiri berkat intervensi ilahi.
Membaca dan merenungkan surah ini mengingatkan umat Islam tentang keesaan Allah. Allah tidak memerlukan intervensi manusia untuk menegakkan kebenaran. Kekuatan yang tampak besar (gajah dan ribuan tentara) dapat dikalahkan oleh ciptaan terkecil (burung dan batu kecil) atas izin-Nya. Ini mengajarkan kita untuk selalu bersandar pada kekuatan Allah dalam menghadapi musuh, baik itu musuh yang nyata maupun tantangan hidup.
Surah ini juga menjadi pengingat historis bahwa Makkah dan Ka'bah telah dilindungi dari kehancuran kuno. Ketika Quraisy yang saat itu masih musyrik terhindar dari malapetaka, hal ini menjadi salah satu dalil yang memperkuat kehormatan kota Makkah di mata bangsa Arab, yang kemudian menjadi pondasi penting saat Nabi Muhammad ﷺ kembali menaklukkan Makkah di kemudian hari. Kepercayaan pada pertolongan Allah adalah kunci dalam memahami narasi dramatis dalam lima ayat pendek namun padat makna ini.