Ayat kelima Surah Al-Fatihah adalah inti dari hubungan langsung antara hamba dan Tuhannya, memuat pernyataan tauhid yang paling fundamental.
Ayat ini sering disebut sebagai "ayat tauhid ubudiyah" (keesaan dalam penyembahan) dan "ayat tauhid uluhiyah" (keesaan dalam meminta pertolongan). Ini adalah komitmen total seorang mukmin kepada Allah SWT.
Pengucapan "Iyyaka na'budu" (Hanya Engkaulah yang kami sembah) memiliki implikasi yang sangat besar. Kata "Iyyaka" (Hanya Engkau) diletakkan di awal (disebut sebagai taqdim) untuk tujuan penekanan dan pembatasan. Ini menunjukkan bahwa ibadah yang dilakukan, baik ritual formal seperti shalat, puasa, maupun ibadah muamalah (interaksi sosial), ditujukan secara eksklusif hanya kepada Allah. Tidak ada selain Dia yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam peribadatan.
Kemudian dilanjutkan dengan "wa iyyaka nasta'in" (dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan). Meminta pertolongan (isti'anah) adalah pengakuan kerendahan diri total kita sebagai makhluk yang lemah. Manusia seringkali dihadapkan pada kesulitan, penyakit, godaan, dan tantangan hidup yang tidak mungkin dihadapi sendirian. Ayat ini mengajarkan bahwa sumber daya sejati untuk mengatasi segala kesulitan adalah kekuatan dan pertolongan langsung dari Allah.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa penyebutan ibadah sebelum permintaan pertolongan adalah karena ibadah adalah hak Allah, sedangkan pertolongan adalah kebutuhan kita. Ketika kita telah menunaikan hak Allah (beribadah dengan benar), barulah kita berhak memohon bantuan-Nya untuk meneguhkan ibadah tersebut dan membantu kita dalam urusan duniawi lainnya.
Ayat kelima ini berfungsi sebagai jembatan antara pengakuan keesaan Allah (ayat 1-4) dengan permohonan petunjuk (ayat 6-7). Setelah memuji Allah sebagai Rabb, Yang Maha Pengasih, dan Raja Hari Pembalasan, seorang hamba menyatakan pondasi hubungannya: ketaatan mutlak.
Dalam shalat berjamaah, ketika imam membaca ayat ini, seluruh makmum wajib mengamini. Ini adalah momen puncak afirmasi keimanan kolektif. Para ulama menekankan bahwa tidak sah shalat seseorang jika ia sengaja tidak membaca ayat ini atau menganggapnya remeh, karena Surah Al-Fatihah adalah rukun shalat itu sendiri.
Oleh karena itu, memahami terjemahan Surah Al-Fatihah ayat 5 bukan sekadar menghafal arti kata, melainkan menghayati janji setia bahwa segala daya dan upaya kita berakar pada ibadah kepada-Nya, dan segala kesuksesan kita bergantung pada izin dan pertolongan-Nya semata.
Kesadaran akan makna ayat ini saat diucapkan dalam shalat akan mengubah gerakan fisik menjadi pengalaman spiritual yang mendalam, mengingatkan kita bahwa fokus kehidupan ini adalah untuk beribadah dan bersandar penuh kepada Yang Maha Kuat.