Surat Al-Fil, yang berarti "Gajah", adalah surat pendek namun sarat makna dalam Al-Qur'an. Surat ini merupakan pengingat abadi akan kekuasaan Allah SWT dalam melindungi rumah-Nya, Ka'bah, dari niat jahat musuh. Kisah ini terjadi ketika Abrahah, seorang raja Yaman, bermaksud menghancurkan Ka'bah di Mekkah dengan pasukannya yang besar, termasuk gajah-gajah perkasa, setelah ia merasa terancam oleh kemuliaan ibadah di Mekkah.
Allah SWT menjawab ancaman ini dengan cara yang tidak pernah terbayangkan oleh manusia, yaitu mengirimkan burung-burung kecil yang membawa batu panas. Kisah ini adalah demonstrasi nyata bahwa kekuatan materi tidak ada artinya di hadapan kehendak Ilahi.
Setelah Allah SWT menceritakan bagaimana burung-burung kecil itu melempari pasukan gajah dengan batu dari tanah liat yang dibakar, surat Al-Fil ditutup dengan sebuah kesimpulan yang tegas dan menghancurkan. Ayat kelima ini menjadi penutup yang merangkum takdir kaum Abrahah tersebut.
Arti dari tuliskan surat al fil ayat ke 5 adalah:
"Maka Dia menjadikan mereka (hancur) seperti daun-daun yang dimakan (oleh binatang)."
Ayat terakhir ini menggunakan metafora yang sangat kuat: ka'ashfim ma'kul (seperti daun-daun yang dimakan). Daun yang telah dimakan oleh hewan ternak atau serangga akan menjadi hancur lebur, tidak berbentuk, dan tercerai-berai. Tidak ada lagi struktur yang tersisa dari daun tersebut.
Hal ini menggambarkan kehancuran total pasukan Abrahah. Mereka tidak sekadar kalah atau mundur; mereka musnah hingga ke akar-akarnya. Batu panas yang dilemparkan burung-burung tersebut menghancurkan tubuh mereka hingga menjadi seperti sisa-sisa makanan yang tidak lagi berguna. Ini menekankan bahwa segala bentuk kesombongan dan penindasan, betapapun besar dan kuatnya, akan lenyap tak bersisa ketika berhadapan dengan pertolongan dan murka Allah SWT.
Kisah Al-Fil, yang diakhiri dengan ayat ini, menjadi pelajaran penting sepanjang sejarah. Ia mengajarkan kepada umat Islam untuk selalu bertawakal dan meyakini bahwa pertolongan Allah pasti datang, meskipun melalui jalan yang tidak terduga. Melindungi tempat-tempat suci-Nya adalah tanggung jawab-Nya sendiri, dan cara Allah menghukum penindas seringkali jauh melebihi imajinasi manusia.
Ketika kita merenungkan tuliskan surat al fil ayat ke 5, kita diingatkan bahwa peringatan ini juga relevan bagi setiap zaman. Keangkuhan dalam bentuk apa pun—baik dalam bentuk militeristik, ekonomi, maupun ideologis—yang mengancam kebenaran dan keadilan, pada akhirnya akan berakhir seperti nasib tentara gajah.
Bagi masyarakat Quraisy saat itu, peristiwa ini meningkatkan status mereka sebagai penjaga Ka'bah dan membuktikan bahwa doa dan ibadah mereka dihormati. Bagi umat Nabi Muhammad SAW yang datang kemudian, surat ini menjadi peneguhan iman di saat tantangan besar sedang menanti.
Ayat kelima ini adalah kesimpulan dramatis yang mengukuhkan bahwa Allah adalah Al-Malik (Raja) yang sejati, yang mampu mengubah kekuatan terbesar menjadi debu yang terhina. Sebagaimana daun yang habis dimakan, tiadalah jejak yang berarti dari kesombongan yang menantang keesaan-Nya.