Surah Al-Ikhlas adalah salah satu surah terpendek dalam Al-Qur'an, namun memiliki kedalaman makna yang luar biasa, seringkali disebut sebagai representasi inti dari ajaran Tauhid (Keesaan Allah). Surah ini adalah jawaban langsung atas pertanyaan kaum musyrikin tentang siapa Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad SAW.
Ayat kedua dari surah ini, yang menjadi fokus utama pembahasan ini, sangat fundamental dalam mendefinisikan sifat Allah SWT yang tidak bergantung kepada siapapun.
Allahus-Samad.
Artinya: Allah Yang Maha Dibutuhkan (atau Tempat Bergantung).
Kata kunci dalam ayat ini adalah "Ash-Shamad" (الصَّمَدُ). Kata ini memiliki akar kata yang kaya makna dalam bahasa Arab, dan para mufassir (ahli tafsir) telah memberikan beberapa penafsiran yang saling melengkapi, namun semuanya mengarah pada keagungan Allah SWT.
Makna pertama adalah Allah adalah satu-satunya yang layak disembah. Semua makhluk membutuhkan-Nya, sementara Dia tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya. Setiap permohonan, kebutuhan, dan harapan harus diarahkan kepada-Nya.
Aspek ini menekankan kemandirian Allah. Dia adalah zat yang sempurna, tidak makan, tidak minum, tidak beranak, dan tidak diperanakkan (sebagaimana ditegaskan dalam ayat 3 dan 4). Dalam konteks ini, "Ash-Shamad" berarti Dia adalah sumber pemenuhan segala kebutuhan tanpa kehilangan apapun dari keagungan-Nya.
Sebagian ulama menafsirkan Ash-Shamad sebagai pemimpin agung yang tidak ada di atasnya kekuasaan lain. Dialah yang segala urusan dikembalikan kepada-Nya, dan keputusan-Nya adalah mutlak. Ini memperkuat konsep bahwa tidak ada kekuatan yang menandingi atau melampaui kekuasaan Allah.
Ayat ini menjadi pembeda mendasar antara pencipta dan ciptaan. Kita sebagai manusia adalah makhluk yang lemah. Kita lapar, kita haus, kita sakit, kita memerlukan pertolongan orang lain, dan pada akhirnya, kita semua akan mati dan membutuhkan pertolongan akhir dari Tuhan kita. Pemahaman akan terjemahan Surah Al-Ikhlas ayat 2 secara mendalam membantu membebaskan jiwa dari ketergantungan yang salah.
Jika kita menggantungkan harapan kita pada kekayaan yang fana, pada jabatan yang bisa hilang, atau pada kesehatan yang sementara, kita sesungguhnya sedang menyembah atau bergantung pada sesuatu yang "bukan Ash-Shamad". Ketergantungan pada selain Allah adalah bentuk syirik kecil (syirk al-ashghar), karena ia mengurangi bobot Tauhid dalam hati kita.
Mengimani bahwa Allah adalah Ash-Shamad membawa konsekuensi langsung pada cara kita beribadah dan menjalani hidup:
Surah Al-Ikhlas, dengan kalimatnya yang padat dan lugas, terutama ayat kedua tentang sifat Allah yang Maha Dibutuhkan, berfungsi sebagai fondasi kokoh bagi akidah seorang Muslim. Ayat ini membersihkan konsep ketuhanan dari segala bentuk keraguan, perbandingan, atau pemikiran yang membatasi keagungan-Nya. Dengan memahami bahwa Allah adalah 'Ash-Shamad', kita mengakui keunikan-Nya yang absolut di alam semesta ini.
Semoga perenungan mengenai terjemahan Surah Al-Ikhlas ayat 2 ini memperkuat keyakinan kita bahwa hanya kepada Dialah segala urusan harus dikembalikan, karena hanya Dialah satu-satunya tujuan akhir yang sempurna, abadi, dan tidak pernah membutuhkan apapun dari ciptaan-Nya.
*Artikel ini membahas inti keesaan Allah sebagaimana tertuang dalam Surah Al-Ikhlas.