Membahas permulaan kisah agung tentang pasukan gajah.
Surat Al-Fīl (secara harfiah berarti "Gajah") adalah surat ke-105 dalam urutan mushaf Al-Qur'an. Surat ini tergolong surat Makkiyah, yang diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Kisah utama yang diabadikan dalam surat ini adalah peristiwa luar biasa yang terjadi sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, yaitu upaya penghancuran Ka'bah oleh pasukan besar yang dipimpin oleh seorang raja Yaman yang zalim.
Ayat pertama surat ini membuka narasi dengan sebuah pertanyaan retoris yang kuat, menyoroti peristiwa besar yang menjadi inti dari surat tersebut. Ayat ini adalah fondasi dari seluruh makna dan pelajaran yang terkandung dalam keseluruhan surat.
Alam naj'al kaydahum fī taḍlīl.
Bukankah Kami telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?
Ayat ini adalah pernyataan pembuka yang menanyakan sebuah fakta yang tak terbantahkan oleh mukhatab (orang yang diajak bicara). Penggunaan kata tanya "Alam" (Bukankah) berfungsi untuk menegaskan dan mengingatkan kembali peristiwa dramatis yang baru saja terjadi di hadapan mata orang-orang Quraisy saat itu, yaitu perlindungan total atas Baitullah (Ka'bah) dari kehancuran.
"Kaydahum" (Tipu Daya Mereka): Kata ini merujuk pada rencana jahat Raja Abrahah bin Ash-Shabah, penguasa Yaman dari suku Kindah, yang ingin menghancurkan Ka'bah. Abrahah sangat cemburu melihat kemakmuran Mekkah karena banyaknya orang yang berziarah ke Ka'bah. Ia membangun sebuah gereja megah di San'a, Yaman, berharap orang Arab akan beralih mengagungkannya. Ketika upaya tersebut gagal, ia memutuskan untuk menghancurkan sumber utama perziarahan Arab, yaitu Ka'bah, dengan membawa pasukan besar yang dilengkapi dengan gajah perang yang belum pernah terlihat di semenanjung Arab sebelumnya.
"Fī Taḍlīl" (Dalam Kesia-siaan/Kesesatan): Makna dari frasa ini sangat mendalam. Rencana mereka tidak hanya gagal, tetapi rencana itu sendiri telah diarahkan Allah ke dalam kesesatan. Hal ini berarti bahwa segala usaha, persiapan logistik, dan kekuatan militer yang mereka bawa—bahkan gajah-gajah yang menjadi lambang kekuatan—semuanya menjadi tidak berarti dan sia-sia di hadapan kekuasaan Allah SWT. Rencana mereka tidak hanya digagalkan, tetapi mereka tersesat dari jalan yang benar dan pada akhirnya mengalami kehancuran total oleh sebab yang tak terduga (burung ababil).
Ayat pertama ini langsung menetapkan premis utama surat Al-Fīl: Keagungan dan kekuasaan Allah jauh melampaui kekuatan material terbesar yang dimiliki manusia. Ini adalah janji perlindungan ilahi atas rumah-Nya yang suci.
Setelah menegaskan kegagalan tipu daya tersebut, ayat-ayat selanjutnya (Ayat 2 sampai 5) menjelaskan bagaimana kegagalan itu terwujud. Allah SWT mengirimkan burung-burung kecil (Ababil) yang membawa batu-batu panas dari tanah yang terbakar (Sijjīn) untuk menghancurkan pasukan Abrahah hingga tak bersisa. Peristiwa ini merupakan mukjizat yang menjadi penanda kemuliaan Mekkah dan perlindungan Allah atas Ka'bah, yang pada akhirnya menguatkan posisi kaum Quraisy sebagai penjaga Baitullah, jauh sebelum Islam datang secara utuh.
Memahami ayat pertama ini sangat penting karena ia adalah kunci untuk membuka seluruh narasi dalam Surat Al-Fīl. Ia menegaskan bahwa kekuatan terbesar di alam semesta adalah kekuatan Tuhan yang mampu mengubah strategi perang terbesar menjadi debu belaka.
Surat ini menjadi pengingat bagi umat Islam di kemudian hari (termasuk kaum Quraisy yang saat itu masih musyrik) bahwa siapa pun yang berniat buruk terhadap agama Allah dan rumah-Nya, pasti akan dihadapkan pada kegagalan yang memalukan, sebagaimana dialami oleh pasukan gajah tersebut.
Pengulangan kisah ini, dimulai dari pertanyaan retoris yang kuat, menunjukkan betapa pentingnya peristiwa ini dalam sejarah kenabian, karena peristiwa ini terjadi hanya beberapa waktu sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, menandai tahun kelahiran beliau sebagai 'Amul Fīl (Tahun Gajah).