Ilustrasi Metaforis Kekuatan Ilahi Atas Kesombongan
Surah Al-Fil, yang namanya diambil dari kisah luar biasa tentang pasukan gajah, adalah salah satu surah pendek namun sangat kaya makna dalam Al-Qur'an. Surah ini turun sebagai peringatan tegas dari Allah SWT tentang bagaimana kesombongan dan niat buruk terhadap tempat suci-Nya akan selalu berhadapan dengan kekuatan tak tertandingi dari Sang Pencipta.
Kisah ini menceritakan tentang Raja Abrahah, seorang penguasa Yaman yang memiliki ambisi besar untuk menghancurkan Ka'bah di Mekkah. Tujuannya adalah mengalihkan pusat ibadah kaum Arab dari Ka'bah ke gereja megah yang ia bangun di Yaman. Untuk menjalankan niat jahatnya tersebut, Abrahah memimpin pasukan besar yang dilengkapi dengan gajah-gajah perkasa, simbol kekuatan militer terbesar pada masa itu. Penduduk Mekkah, yang saat itu dipimpin oleh Bani Hasyim dan memiliki sedikit persiapan militer, merasa sangat terancam.
Ketika pasukan Abrahah sudah mendekati lembah Mekkah, Allah SWT menunjukkan keagungan dan kuasa-Nya melalui cara yang paling tidak terduga. Di sinilah letak inti peringatan yang tercantum dalam ayat keempat surah ini. Ayat ini adalah penjelas bagaimana mekanisme pertahanan ilahi bekerja.
Ayat keempat ini, "Tsumma arsala 'alaihim thairan abaabliil," secara harfiah berarti "Kemudian Dia mengirimkan kepada mereka burung-burung yang datang secara berkelompok-kelompok." Ayat ini berfungsi sebagai jembatan naratif antara ancaman pasukan gajah dan kehancuran yang akan menimpa mereka. Allah tidak membutuhkan bala tentara manusia atau senjata canggih untuk memenangkan pertarungan ini. Yang dibutuhkan hanyalah ciptaan-Nya yang terkecil—burung-burung yang datang secara 'abaabil' (berbondong-bondong, berkelompok, datang silih berganti tanpa henti).
Kata kunci dalam ayat ini adalah "abaabil". Para mufassir menjelaskan bahwa kata ini mengandung makna keragaman dan bergerombol. Ada yang mengartikannya sebagai kawanan yang datang silih berganti tanpa jeda, ada pula yang mengartikannya sebagai burung yang memiliki ciri fisik tertentu. Yang terpenting adalah pesan yang dibawa: ini bukan sekadar burung biasa, melainkan pasukan udara yang diturunkan langsung dari sisi Allah.
Bayangkan pemandangan tersebut: ribuan (atau jutaan) gajah yang merupakan simbol kekuatan darat, kini berhadapan dengan ancaman dari langit yang tak terlihat dan tidak diantisipasi. Burung-burung ini, seperti yang dijelaskan pada ayat kelima, membawa batu-batu kecil yang keras (Sijjil) yang terbuat dari tanah liat yang dibakar. Ketika batu-batu kecil itu menghantam pasukan Abrahah, dampaknya bukan seperti batu biasa, melainkan seperti proyektil yang mampu menghancurkan struktur tubuh gajah dan pasukan di bawahnya.
Ayat 4 ini mengajarkan kepada kita bahwa dalam menghadapi kesombongan dan kekuatan yang menindas, pertolongan Allah bisa datang dari arah yang paling tidak kita duga. Ini adalah pelajaran fundamental tentang tauhid—bahwa hanya Allah yang berhak atas segala kekuasaan.
Kehancuran total pasukan Abrahah yang dikisahkan dalam Surah Al-Fil, dimulai dengan pengiriman pasukan burung dalam ayat keempat, memberikan dampak besar pada sejarah Jazirah Arab. Mekah selamat, dan kaum Quraisy serta Bani Hasyim meraih kemenangan tanpa perlu mengangkat senjata. Peristiwa ini menjadi bukti nyata kekuasaan Tuhan dan meningkatkan status kesucian Ka'bah di mata suku-suku Arab lainnya.
Bagi umat Muslim, merenungkan ayat keempat ini adalah pengingat untuk selalu bersikap rendah hati. Kekuatan fisik, harta, atau jabatan adalah sementara. Apabila digunakan untuk menindas atau merusak rumah ibadah, maka ancaman kehancuran selalu menanti, dan pertolongan Allah akan datang melalui mekanisme yang tak terbayangkan oleh akal manusia.
Oleh karena itu, ketika kita membaca "Tsumma arsala 'alaihim thairan abaabliil," kita diingatkan bahwa setiap kezaliman yang ditujukan kepada kebenaran akan berhadapan dengan kekuatan ilahi yang terorganisir dalam kawanan burung kecil, namun membawa kehancuran besar bagi penindas.