Pagi hari adalah waktu yang penuh berkah, sebuah kanvas baru yang disiapkan oleh Sang Pencipta untuk kita ukir dengan amal kebaikan. Dalam rutinitas harian yang seringkali penuh tantangan dan godaan, dua amalan sederhana namun sangat mendalam, yaitu Ad Dhuha (shalat Dhuha) dan pembacaan Surat An-Nas, menjadi benteng spiritual yang kokoh. Mengintegrasikan keduanya ke dalam pagi kita bukan sekadar ritual, melainkan investasi jangka panjang untuk ketenangan jiwa dan kelancaran rezeki.
Shalat Dhuha adalah kesempatan emas untuk membersihkan catatan amal kita dan memohon keluasan rezeki sebelum kesibukan dunia benar-benar dimulai. Sementara itu, Surat An-Nas berfungsi sebagai perisai dari bisikan-bisikan jahat yang mencoba mengalihkan fokus kita dari kebenaran. Kombinasi aksi nyata (shalat) dan perlindungan spiritual (doa/surat) ini menciptakan fondasi yang kuat untuk menghadapi dinamika kehidupan modern.
Ketenangan di bawah naungan fajar (Ilustrasi Sholat Dhuha)
Shalat Dhuha adalah shalat sunnah yang dilaksanakan setelah matahari terbit dan sebelum waktu Dzuhur. Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk menjaga shalat ini, bahkan beliau menyebutnya sebagai wasiat yang tak boleh ditinggalkan. Keutamaan yang paling sering disorot adalah janji kelapangan rezeki. Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan, Allah SWT berfirman, "Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat rakaat shalat di awal harimu, niscaya Aku akan mencukupimu (memberi rezeki) pada akhir harimu."
Lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan materi, Dhuha mendidik jiwa untuk bergantung penuh pada Allah SWT di saat dunia baru mulai bergerak. Ketika kita memilih untuk bersujud di tengah kesibukan yang akan datang, kita menegaskan prioritas bahwa hubungan dengan Sang Khaliq jauh lebih penting daripada urgensi duniawi. Bagi mereka yang rutin melaksanakannya, seringkali ditemukan bahwa pekerjaan terasa lebih mudah mengalir dan masalah yang tadinya tampak besar menjadi lebih ringan solusinya. Ini adalah manifestasi dari janji ilahi yang terpenuhi.
Setelah memohon kemudahan rezeki melalui Dhuha, kita memerlukan benteng pelindung. Di sinilah peran Surat An-Nas (Manusia) menjadi krusial. Surat ke-114 dalam Al-Qur'an ini adalah surat pelindung tertinggi, yang turun bersama Surat Al-Falaq sebagai jawaban atas gangguan yang menimpa Nabi Muhammad SAW. An-Nas secara eksplisit mengajarkan kita untuk berlindung kepada Tuhan semesta alam dari kejahatan waswas al-khannas—bisikan jahat yang bersembunyi.
Siapakah al-khannas itu? Dalam tafsir, ia merujuk pada setan atau bisikan buruk yang bersemayam di hati manusia. Bisikan ini sangat berbahaya karena ia bekerja secara halus, merayu kita untuk menunda ketaatan, menimbulkan keraguan terhadap iman, atau mendorong kita pada perbuatan maksiat. Dengan membaca An-Nas secara sadar dan penuh penghayatan, kita secara aktif meminta perlindungan dari tiga sumber kejahatan: bisikan jin, godaan setan dari golongan jin, dan godaan setan dari golongan manusia (yang juga terjerumus dalam bisikan jahat).
Mengaitkan An-Nas dengan rutinitas pagi adalah langkah pencegahan yang proaktif. Kita melindungi pikiran dan niat kita di hari itu agar tetap lurus di jalan yang diridhai Allah. Jika Dhuha adalah asupan energi spiritual, maka An-Nas adalah baju zirah yang dikenakan untuk menghadapi medan perang hari itu.
Sinergi antara Ad Dhuha dan An-Nas menciptakan siklus ibadah yang sempurna di awal hari. Dimulai dengan Dhuha, kita mengakui ketergantungan kita pada Allah sebagai Pemberi rezeki, membasuh diri dari kelalaian kemarin, dan membuka pintu rezeki hari ini. Kemudian, diikuti dengan penguatan benteng pertahanan melalui pembacaan An-Nas, memastikan bahwa langkah-langkah yang kita ambil dalam mencari rezeki tersebut berada dalam koridor kebenaran, jauh dari tipu daya yang menyesatkan.
Bayangkan seorang pekerja: ia menunaikan Dhuha, hatinya menjadi lebih tenang saat menghadapi target kerja. Ia kemudian membaca An-Nas, sehingga ketika ada kesempatan untuk mengambil jalan pintas yang haram atau berbuat curang, bisikan jahat itu langsung mental karena hati sudah terlapisi oleh perlindungan Ilahi. Ketenangan yang didapat dari Dhuha membuat kita tidak mudah panik mencari rezeki dengan cara yang salah, sementara An-Nas menjaga kejernihan hati dari niat buruk yang datang dari luar maupun dari dalam diri sendiri.
Intinya, melaksanakan kedua amalan ini secara konsisten adalah bentuk penyerahan diri yang paripurna. Kita menyerahkan urusan rezeki kita kepada Allah (melalui Dhuha) dan memohon agar Dia menjauhkan segala penghalang spiritual yang bisa merusak usaha kita (melalui An-Nas). Dengan demikian, setiap pagi akan menjadi awal yang diberkahi, menjadikan hari tersebut produktif, berkah, dan senantiasa di bawah lindungan-Nya. Mari kita jadikan Ad Dhuha dan An-Nas sebagai kompas spiritual harian kita.